Kritik Program Kartu Indonesia Pintar

Oleh : Immas Putri
 
Setiap masa pemerintahan preseiden yang baru, mereka akan membuat berbagai program pemerintahan selama masa kepemerintahannya. Dalam kurun waktu lebih dari dua tahun masa kepemerintahan presiden saat ini telah banyak program-program yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk masyrakat. Terutama untuk mereka yang berada di lapisan bawah. Mulai dari jaminan kesehatan, jaminan pendidikan untuk anak SD-SMA, serta simpanan keluarga sejahtera. Umumnya program bantuan dari pemerintah ini diberikan secara non tunai kepada penerimanya. Salah satu program yang akan menjadi fokus utama dalam tulisan ini adalah mengenai Kartu Indonesia Pintar (KIP). Dimana Kartu Indonesia Pintar ini digunakan sebagai penanda untuk penerima bantuan pendidikan dari pemerintah.
Klaim dari pemerintah menyatakan jika mereka telah berhasil menyalurkan bantuan diatas 90 persen untuk seluruh penerima. Memang penyalurannya telah dilakukan dengan baik, akan tetapi sosialisasi mengenai penggunaan dana tersebut masihlah sangat minim. Hal itu dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang belum paham untuk melakukan pencairan dana dari KIP itu agar dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Dalam salah satu artikel berita online daerah, dituliskan jika kartu-kartu tersebut sampai di kelurahan secara tiba-tiba tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga ketika melakukan pendistribusian kepada masyarakat mereka juga mengalami kesulitan. Pegawai kelurahan tersebut juga tidak mengetahui dari mana data yang digunakan sebagai dasar pengeluaran kartu tersebut. Karena pihak kelurahan tidak merasa melakukan pendataan.
Kurang adanya sosialisasi dari pemerintah pusat kepada jajaran pemerintah yang berada diakar rumput membuat banyak penerima program bantuan dari pemerintah tidak bisa menggunkan secara optimal. Seperti KIP, yang dimana untuk dapat mencairkan dana bantuan yang diterima memerlukan mekanisme yang panjang. Sedangkan sosialisasi mekanisme pencairan dana bantuan masih kurang. Dalam beberapa artikel berita online dituliskan jika masyarakat belum dapat mengoptimalkan kegunaan kartu-kartu tersebut dengan baik. Sehingga mereka merasa kartu-kartu yang mendapat julukan ‘sakti’ tersebut tidak ‘sakti’ lagi atau tidak memiliki manfaat. Sebagai contoh, mekanisme pencairan dana KIP memerlukan proses yang panjang yaitu
Pertama; penerima KIP membawa KIP ke sekolah/madrasah/satuan pendidikan formal lain/satuan pendidikan nonformal seperti Paket A/B/C, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), di mana penerima KIP sudah terdaftar atau akan mendaftar.
Kedua; satuan pendidikan atau lembaga pendidikan mencatat informasi anak ke dalam data pokok pendidikan (dapodik) sebagai calon penerima manfaat PIP yang kemudian akan diajukan ke Kemendikbud, Kementerian Agama, atau Balai Latihan Kerja (BLK) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Ketiga; Kemendikbud, Kemenag, dan Kemnakertrans akan melakukan verifikasi sesuai server dapodik di pusat, kemudian menerbitkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Penerima Manfaat PIP, dan mengirimkan daftar penerima tersebut ke bank penyalur yang ditunjuk.
Keempat; Dinas Pendidikan/Kantor Kemenag Kabupaten/Kota akan mengirimkan surat pemberitahuan dan daftar penerima manfaat PIP ke sekolah/madrasah/lembaga pendidikan lain.
Kelima; sekolah/madrasah/lembaga pendidikan lainnya menginformasikan kepada peserta didik atau orang tua mengenai lokasi dan waktu pengambilan dana bantuan berdasarkan info dari dinas pendidikan/Kantor Kemenag Kabupaten/Kota dan/atau bank penyalur.
Keenam; anak penerima KIP atau orang tuanya dapat mengambil dana bantuan PIP ke bank penyalur dengan membawa surat pemberitahuan atau daftar penerima manfaat PIP.[1]

Terdapat enam tahapan yang harus dilalaui oleh penerima dana KIP untuk dapat mencairkan bantuan yang mereka terima. Dari panjangnya proses yang harus dilewati, hal ini menunjukkan kurang efisien dan tidak menutup kemungkinan memerlukan waktu yang lama agar bisa sampai pada tahap pencairan dana. Sedangkan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh siswa seringkali merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Seperti membeli sepatu yang sudah rusah, seragam yang sudah kekecilan ataupun membeli buku yang telah habis. Diperlukan sebuah sistem yang lebih efisien dan proses yang tidak panjang dalam melakukan verifikasi data dan pencairan dana bantuan. Sehingga siswa dapat dengan cepat menggunakan dana bantuan yang mereka terima.




Referensi

Bona, Maria Fatima. 2016. “Penyebaran Kartu Indonesia Pintar “Nyangkut” di Kelurahan”, diakses dari http://www.beritasatu.com/pendidikan/380282-penyebaran-kartu-indonesia-pintar-nyangkut-di-kelurahan.html.

Caesario, Emanuel B. 2016. “Ini Cara Mendapatkan Manfaat Kartu Indonesia Pintar”, diakses dari http://kabar24.bisnis.com/read/20160814/255/574940/ini-cara-mendapatkan-manfaat-kartu-indonesia-pintar.

Mirohi, Syafruddin. 2017. “Masih Banyak yang Tidak Tahu, DPRD Pekanbaru Minta Disdik Sosialisasikan Lagi KIP”, diakses dari http://pekanbaru.tribunnews.com/2017/01/27/masih-banyak-yang-tidak-tahu-dprd-pekanbaru-minta-disdik-sosialisasikan-lagi-kip.

Ngadri. 2017. “Tiga Kartu KIP, KIS, KKS Tidak Lagi Sakti”, diakses dari https://kalbar.deliknews.com/2017/02/13/tiga-kartu-kipkiskks-tidak-lagi-sakti/.



[1]Dikutip dari http://kabar24.bisnis.com/read/20160814/255/574940/ini-cara-mendapatkan-manfaat-kartu-indonesia-pintar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Formalis dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi

Analisis Tema, Alur, dan Karakter Dalam Novel Perahu Kertas

Etika Makan Orang Jawa