Pukul Dua Lewat Empat Puluh Satu Menit

Hujan lagi dan lagi, bukan tentang aku yang benci hujan tapi awal perjalananku selalu bertemu dengan hujan. Seperti sudah ditakdirkan untuk selalu bersama dengan hujan. Pertama kali aku sampai di kota ini hujan juga menyambutku, sekedar titik-titik dia tidak sampai membuat bajumu basah. Setelahnya dilanjutkan dengan listrik padam beberapa jam, seperti itulah sambutan kota ini akan kehadiranku.

Ini adalah kesekian kalinya perjalananku dimulai dengan rintik-rintik. Memang sudah musimnya untuk hujan turun, jadi aku tidak bsa mempermasahkannya. Aku hanya merasa hujan terlalu baik untukku. Bukan hanya tentang keberangkatanku, kedatanganku juga sering disambut dengan basahnya jalanan. Sisa-sisa air itu masih menggenang saat aku lewat.

Berjalan seorang diri dengan menenteng barang di kanan-kiri seolah sudah menjadi hal biasa. Mungkin banyak yang jika aku aneh, perempuan mungil dengan barang-barangnya atau perempuan mungil dengan body pack tiga puluh liter yang penuh isi? Mungkin ada yang bertanya mana orang tua anak itu? Berani sekali anak itu berjalan seorang diri dengan barang yang banyak.

Ahh, biarlah mereka mengira apa, karena aku terlalu nyaman melakukan perjalanan malam ini. Biarlah aku berjalan seorang diri untuk kesekian kalinya. Mungkin nanti aku kan bertemu kawan di peron stasiun ini. Atau aku akan tetap sendiri sampe stasiun tujuan.





Peron Stasiun Lempuyangan
Pagi, 02.41

02.44 - > pengumuman kereta terlambat 😐 😐

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Formalis dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi

Analisis Tema, Alur, dan Karakter Dalam Novel Perahu Kertas