Persoalan Yang Ada Di Bangka Belitung
Oleh : Immas Putri
Bangka Belitung sebagai salah satu provinsi yang masih
muda dan kaya akan sumber daya alam begitu menarik minat masyarakat dari luar
pulau untuk datang kesana. Para pendatang sebetulnya sudah ada sejak dulu. Saat
Bangka Belitung masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, mereka adalah pendatang
dari Cina. Baru setelah Bangka Belitung menjadi provinsi sendiri mulai banyak
masyarakat dari Jawa, Madura, Bugis, dan Flores yang berdatangan kesana.
Bangka
Belitung sudah tiga kali untuk mengusulkan membentuk provinsi sendiri, namun
permintakaannya baru dapat terwujud pada tahun 2000 dengan berdasarkan
Undang-Undang pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang disahkan oleh
DPR RI. Bangka Belitung terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau Bangka dan
Pulau Belitung. Terdapat pro dan kontra dalam pembentukan provinsi ini sejak
awal pegusulannya. PresidiumPembentukan Provinsi Babel berpendapat bahwa kegagalan
Bangka Belitung menjadi provinsi pada tahun 1967 karena Sumatera Selatan tidak mau melepaskan
Bangka dan Belitung karena kekayaan timah yang ada disana. Sedangkan menurut Tim Peneliti Persiapan Pembentukan Provinsi Babel(TPPPPB), Pemda Sumatera Selatan tidak
mau memberikan izin pembentukan Provinsi Bangka Belitung karena banyaknya
faktor yang dapat merugikan rakyat sendiri.
Berdasarkan bacaan utama yang saya baca dan beberapa bacaan
yang lain, saya menemukan setidaknya empat persoalan yang pernah ataupun masih
mungkin terjadi kembali di Provinsi Bangka Belitung, yaitu
- Bangka dan Palembang
Isu ini menyebar saat
Provinsi Bangka Belitung baru saya berdiri. Isu ini menyebar melalui selebaran
yang berisi penolakan orang daratan (Palembang) untuk berada di pemerintahan.
Hal itu sangat dimungkinkan karena sudah dua kali masyarakat Bangaka Belitung
mengalami kegagalan dalam perjuangan mendirikan provinsi.
Selain
itu pada tahun 2001 juga sempat terjadi pertikaian antara warga Babel dengan warga
daratan di sebuah pasar. Pada saat itu juga menyebar isu yang simpang siur.
Satu bulan setelahnya warga daratan diduga membunuh seorang warga di
Pangkalpinang dan melukai satu orang. Peristiwa itu dicurigai merupakan
rentetan dari pertikaian sebelumnya. Hal itu juga sempat memicu aksi balas
dendam antar kedua etnis. Melihat permasalahan yang ada Muspida dan warga
akhirnya melakukan pertemuan. Warga meminta para pendatang untuk segera
melaporkan diri jika akan tinggal lebih dari 24 jam. Apabila tidak melaporkan
makan akan dipulangkan.
- Bangka dan Belitung
Permasalahan antara
kedua etnis ini berkaitan dengan kesetaraan dalam posisi pemerintahan. Pada
saat pembentukan Provinsi Babel anggota Presidium dari Belitung memberi tiga
pilihan yaitu gubernur dari Belitung, ibukota provinsi di Belitung, atau
Belitung menjadi pusat industri. Dari ketiga opsi tersebut hanya satu yang
terlaksana yaitu wakil gubernur 2002 berasal dari Belitung. Sedangkan untuk ibukota
provinsi sendiri berada di Pangkalpinang.
Kerapkali
untuk beberapa acara perlombaan yang membutuhkan pengiriman perwakilan
mengatasnamakan Babel, tapi orang Belitung tidak mengakuinya. Bagi mereka
perwakilan hanya dari Bangka atau Pangkalpinang. Meskipun hingga saat ini tidak
ada pertikaian secara fisik yang terjadi. Namun, tidak menutup kemungkinan
konflik horinzontal akan terjadi.
- Bangka dan Madura
Permasalahan ini bermula saat ada tiga orang pendatang dari Madura yang
diketahui mencuri barang-barang milik warga Desa Cit Kecamatan Belinyu. Warga
desa hampir melakukan pembakaran dan pengusiran terhadap para pendatang.
Orang-orang Madura yang telah lama tinggal disana akhirnya melaporkan kejadian
itu pada pihak yang berwajib. Untuk menghindari konflik SARA Pemda mengutus tim
yang dipimpin oleh Asisten Pemerintahan dan Pembangunan Setda Bangka untuk menyelesaikan masalah tersebut. Warga dari dua belah pihak berjanji
untuk tidak melakukan pengusiran dan pengrusakan.
- Permasalahan Lahan
Permasalahan lahan ini dipicu oleh penolakan warga terhadap pertambangan kapal isap di Desa Kelabat dan Desa Teluk Limau Kecamatan Parittiga Bangka Barat. Warga meminta pemerintah untuk mencabut izinnya dan menghentikan kegiatan operasionalnya dari daerah perairan itu. Buntut dari permasalahan ini adalah penyerangan terhadap sejumlah rumah warga yang pro kapal isap. Permasalahan ini dapat bermula karena kepentingan ekonomi yang berkaitan dengan pertambangan seperti yang diungkapkan ketua KNIP Babel Bambang. Sedangkan modus yang digunakan untuk pertambangannya yaitu,
“Modusnya adalah penjarahan terhadap kawasan tangkap nelayan.ini kemudian menjadi polemik karena pemerintah daerah yang menerbitkan izin lebih mementingkan keinginan pengusaha,”[1] – Direktur Eksekutif Walhi Babel Ratno Budi
Bangka Beling dengan keberagaman masyarakat yang ada disana tidak pernah
luput dari persoalan yang ada. Pertambangan timah yang ada disana juga sangat
rawan memunculkan konflik. Baik secara horizontal ataupun yang vertical.
Permana, Nurhayat Arif. (2002). Revitalisasi Lembaga Adat dalam
Menyelesaikan Konflik Etnis Menghadapi Otonomi Daerah: Studi Kasus Pulau
Bangka, Antropologi Indonesia 68, hlm. 74-85.
Malaka, Teddy. (2011, 31 Desember). Pertambangan Munculkan Konflik. Bangka
Pos [Online].
http://bangka.tribunnews.com/2011/12/31/pertambangan-munculkan-konflik
Zulkodri. (2014, 26 Maret). Bambang Sebut “Koflik” di Babel Kebanyakan
karena Masalah Ekonomi. Bangka Pos [Online]. http://bangka.tribunnews.com/2014/03/26/bambang-sebut -konflik-di-babel-kebanyakan-karena-masalah-ekonomi
[1]Malaka,
Teddy. Pertambanga Munculkan Konflik. (Online) http://bangka.tribunnews.com/2011/12/31/pertambanganmunculkankonflik
Komentar