Review Islam and nation: The Muslim–Christiandimension
Oleh : Immas Putri
Penulis artikel Jacques Bertrand
Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas
penduduk muslim. Terutama di Pulau Jawa dan Sumatra. Sejak masa kemerdekaan
telah banyak orang yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dengan
berdasarkan syariat Islam. Pemberontakan diberbagai daerah untuk mendirikan
Negara Islam Indonesia juga sempat terjadi. Seperti di Jawa Barat yang dipimpin
oleh Kartosuwiryo, di Aceh olehTengku Daud Beureuehdan di Sulawesi dipimipin Kahar Muzakar. Hal itu menunjukkan bahwa sudah sejak lama
negara Islam akan didirikan di Indonesia. Akan tetapi hal itu sangat sulit
terjadi mengingat Indonesia memiliki begitu banyak keberagaman. Sejak masa
kemerdekaan Indonesia memiliki lima agama yang diakui oleh pemerintah. Kelima
agama tersebut adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Setelah masa
reformasi bertambah satu agama lagi yang diakui oleh pemerintah yaitu Kong Hu
Chu.
Ketika memasuki pemerintahan Orde Baru, pemerintah
mulai membatasi adanya aliran kepercayaan. Dengan tujuan untuk menghindari
komunis agar tidak berkembang di Indonesia. Sehingga semua penduduk diharuskan
untuk memeluk salah satu dari lima agama yang ada. Sebagian besar para komunis
merupakan masyarakat abangan.Abangan sendirimerupakan salah satu
golongan masyarakat Islam di Jawa. Kebanyakan dari mereka mutuskan untuk
memeluk Kristen. Karena menurut mereka Kristen lebih toleran dan tidak begitu
mengikuti pembersihan komunis (Bertrand 2004:74). Masyarakat abangan enggan
untuk mengikuti Islam karena kelompok-kelompok Islam yang ada (NU dan
Muhammadiyah) sependapat dengan pemerintah untuk melarang adanya komunis di
Indonesia. Muhammadiyah juga mengeluarkan fatwa yang berisi bahwa pemusnahan
komunis adalah kewajiban agama (Bertrand 2004:74-75). Bagi mereka komunis merupakan
orang-orang yang atheis dan para abangan tidak sependapat dengan itu. Hal ini
menurut Muhammadiyah melanggar sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan
Yang Maha Esa”, yang artinya semua penduduk Indonesia harus berkeyakinan atau
beragama.
Pada masa Orde Baru masyarakat Islam juga mengalami
tekanan. Hal itu dapat dilihat dari adanya pembatasan dalam hal politik. Partai-partai
politik Islam yang ada sebelumnya diharuskan untuk menggabungkan diri dengan
salah satu partai politik yang diizinkan oleh pemerintah yaitu Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) atau Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dari situlah
kekuatan-kekuatan Islam mulai melemah. Mereka yang dapat menduduki posisi elit
adalah orang-orang yang dekat dengan presiden. Orang yang dekat dengan presiden
ini adalah mereka yang memiliki prestasi dalam memenangkan pemilu dan mereka
yang memiliki hubungan masa lalu dengan Suharto (Bertrand 2004:80-81). Kebanyakan dari mereka adalah para
pemeluk Kristen dan abangan.Suharto sendiri juga merupakan seorang abangan,
muslim Jawa yang dipengaruhi oleh mistis dan Hinduisme Jawa (Bertrand 2004:81).
Pada tahun 1990-an pemerintah mulai lunak kepada
kelompok muslim. Hal itu dapat dilihat dari diizinkanya perempuan-perempuan
muslim untuk menggunakan jilbab di sekolah-sekolah umum. Selain itu pemerintah
juga membantu untuk mengadakan bank Islam. Seperti pendapat lain yang ditulis oleh Bertrand dalam tulisan ini, Suharto berusaha untuk merangkul
kaum Islam guna kepentingan pemilu(Bertrand 2004:84). Suharto juga mendukung berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). ICMI
adalah aktivisme para intelektual untuk mengatur diri mereka secara kolektif.
Sejak saat itu mulai banyak orang-orang Islam yang duduk di pemerintahan. Baik
yang menjabat di kementerian ataupun di perwira.
Hampir tujuh belas tahun sejak lengsernya Suharto dari presiden, apakah
masyarakat sudah dapat memeluk agama mereka tanpa paksaan? Bagaimana dengan
mereka yang ada di pemerintahan, apakah masih dikuasai oleh golongan tertentu?
Serta mana yang lebih mengkhawatirkan konflik antar suku atau konflik antar
agama?
Komentar