Review Identity Politics, Culture and Rights

Oleh : Immas Putri

Penulis artikel Thomas Hylland Eriksen


Globalisasi telah mendorong banyak orang untuk melakukan migrasi. Tidak hanya pada satu kawasan negara tetapi juga lintas negara. Mereka bermigrasi dengan berbagai tujuan seperti bekerja, melanjutkan pendidikan, mengembangkan usaha dan lain-lain. Para migran tersebut tidak hanya tinggal selama satu atau dua tahun saja. Ada juga sebagian dari mereka yang telah tinggal di sana hingga berpuluh-puluh tahun. Selain hal-hal tersebut migrasi juga dapat disebabkan karena adanya perang di negara asal mereka. Lalu orang-orang itu mencari perlingdungan pada negara lain hingga kurun waktu yang tidak dapat ditentukan. Sebagian dari mereka ada yang kembali ke negara asal dan ada juga yang tetap bertahan di negara perlindungan.
Budaya dan lingkungan tempat tinggal yang berbeda dari daerah asal membuat mereka harus beradaptasi. Terdapat budaya –budaya masyarakat migran dan budaya tempat migrasi- yang dapat dipaduakan dan terdapat pula budaya yang tidak dapat dipadukan. Biasanya budaya yang tidak dapat dipadukan tersebut berkaitan dengan agama. Seperti di beberapa negara di Eropa yang melarang perempuuan mengenakan jilbab di tempat umum. Namun, dari sisi agama Islam perempuan diwajibkan untuk menggunakan jilbab. Hal itu tentu menjadi kegelisahan tersendiri bagi para muslimah di sana. Tidak hanya tentang budaya, disitu juga terdapat hak mereka sebagai seorang manusia beragama. 
Orang-orang muslim ini biasanya tidak cukup memiliki kekuatan politik untuk dapat melakukan penyuaran aspirasi. Sebagai penduduk yang minoritas, umumnya mereka hanya dapat bergantung dan bekerjasama dengan para aktifis untuk menyampaikan pendapat mereka. Tidak cepat memang respon yang akan mereka peroleh. Hingga saat ini beberapa negara di Eropa masih tetap memberlakukan peraturan itu.
Masalah lain yang muncul bagi para migran yang telah tinggal lama di daerah rantau adalah bagi anak-anak atau cucu yang merupakan hasil dari pernikahan campuran. Yang mana mereka telah mengalami percampuaran, sehingga anak-anak atau cucu tersebut memiliki warna kulit atau ras yang berbeda dengan orang tua atau leluhur mereka. Anak-anak tersebut akan bertanyak mengapa mereka berbeda dengan lingkungan ataupun dengan keluarga mereka. Hal itu menyebabkan si anak mencari identitasnya.
Pencarian tersebut tidak dapat dilakukan secara cepat. Memerlukan waktu yang bertahap untuk dapat dipahami oleh si anak sendiri. Proses tersebut juga dapat terjadi hingga si anak beranjak dewasa. Dia tidak hanya mencari dari lingkungan sekitar tetapi juga melakukan penelusuran pada silsilah leluhur. 
Budaya dan lingkungan tidak menghalangi mereka untuk dapat terus mengenal asal leluhur. Kelompok-kelompok minoritas tersebut juga dapat saling bersatu untuk sebuat tujuan bersama. Terkadang rasa memiliki mereka terhadap daerah asal atau negara asal lebih kuat. Banyaknya aksi yang secara langsung ataupun tidak mereka tujukan kepada negara membuktikan bahwa mereka tetap mencintai negara asal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Formalis dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi

Analisis Tema, Alur, dan Karakter Dalam Novel Perahu Kertas