Antropologi Terapan Modern (Pembangunan)
Oleh : Immas Putri A
Pada era
pembangunan yang dimulai semenjak kemerdekaan banyak negara yang
berbondong-bondong ingin menjadi negara maju. Negara maju yang ditandai dengan
lepasnya dari kemiskinan. Akan tetapi sebagai sebuah negara yang baru terbentuk
tentunya mereka membutuhkan modal untuk melakukan pembangunan di negaranya. Bantuan
modal diberikan oleh negara-negara maju yang tidak lain adalah bekas penjajah
di negara itu juga. Bantuan tersebut tentunya tidak diberikan tanpa pamrih. Selalu
ada timbal balik yang harus diberikan oleh penerima bantuan dalam berbagai
bentuk.
Perkembagan
antropologi pembangunan tidak dapat dipisahkan dari ilmu ekonomi. Dimana dalam pelaksanaannya
ekonomi juga menjadi salah satu hal yang penjadi fokus. Hal itu terjadi tidak
lain karena tujuan dari negara yang baru saja merdeka adalah menjadi negara
yang maju, dengan salah satu tandanya adalah peningkatan perekonomian. Pada tahun
1960-an buku karangan E.E. Hagen yang berjudul On Theory of Social
Change(1962) banyak
digunakan untuk pembangunan. Buku tersebut berisi tentang masalah-masalah sosio-budaya di
negara-negara miskin dengan penduduknya yang masih berkebudayaan tradisional.
Dalam buku tersebut diberikan contoh konkret dari kasus sejarah perkembangan
ekonomi di negara Jepang, Eropa, dan Columbia.
M. Bohnett dan H.
Reichelt dalam buku Applied Research and
Its Impact on Economic Development(1972) mengajukan lima permasalahan dalam
ilmu ekeonomi pembangunan. Diantaranya 1) masalah dualisme ekonomi yang ada
antara ekonomi rakyat pedesaan dan ekonomi nasional berdasarkan perdagangan
internasional, yang bertujuan mencapai taraf ekonomi industri; 2) masalah
perdagangan internasioanl; masalah strategi pembangunan ekonomi; 4) masaah
manusia dan sikap mental manusia-manusia yang harus membangun ekonominya; 5)
konsepsi marxisme dalam pembangunan nasional. Dari kesemua permasalahan yang
dihadapi tersebut antropologi dapat berperan banyak dalam berbagai hal. Kecuali
pada poin ke 2 yang dimana antropologi kurang dpat berpera. Akan tetapi jika
arah pembangunan yang akan dilakukan bersifat nasional dengan sektor sosial,
politik, budaya dan agama, maka antropologi tidak dapat dilepaskan. Pada era
antropologi pembangunan ini, kegiatan lintas disipliner tidak dapat
ditinggalkan. Hal itu terjadi karena sebuah pembanguna harus mempertimbangkan
berbagai aspek lainnya yang turut serta.
Setelah Belanda
meninggalkan negara Indonesia, mulailah berdatangan peneliti-peneliti Amerika
yang memiliki ketertarikan pada bangsa Indonesia. Penelitian tersebut tidak
lepas dari ketertarikan pada budaya masyarakat Asia Tenggara. Terdapat tiga
pusat kajian Indonesia di Amerika yaitu Cornell University, Yale University,
dan Massachussets Institute od Technology (MIT). Beberapa kajian yang pernah di
hasilkan dari program Cornell University seperti peran serta petani dalam
pembangunan masyarakat desa oleh R.B. Textor (1954), dan D.E. Willmott (1956;
1957; 1960) tentang orang Tionghoa di Semarang. Selain
itu juga ada penelti dari Indonesia seperti Selosoemardjan yang melakukan
penelitian mengenai perubahan masyarakattkota Yogyakarta sesudah revolusi untuk
desertasinya (1962), Harsja W. Bachtiar mengenai kajian komparatif
pranata-pranata politik di 12 desa di Sumatera (1959), dan Tan G.L. tentang
penyesuaian kebudayaan orang Tionghoa di Sukabumi (1961; 1963).
Pada era
pembangunan secara umum antropologi memiliki peran sebagai konsultan
pembangunan. Yang dalam pekerjaannya diminta untuk memberikan
alternatif-alternatif pembangunan guna memecahkan permasalahan yang ada. Di
Indonesia era antropologi terapan pembangunan banyak dilakukan pada masa Orde
Baru. Akan tetapi arah pembangunan yang ada cenderung condong ke korporasi.
Sehingga tidak jarang masyarakat kecil menjadi salah satu elemen yang
terlupakan.
Komentar