Kemiskinan Desa yang Terlupakan


Reviews Pembangunan Desa Mulai dari Belakang Penulis Robert Chambers
Bab 1 Kemiskinan Desa yang Terlupakan
Oleh : Immas Putri A

Desa merupakan salah satu kawasan yang seringkali dianggap eksotis. Dimana pembangunan akan digelontorkan pada daerah-daerah yang masih mengalami ketertinggalan. Tujuan pembangunan yang awalnya untuk kesejahteraan warga tidak jarang hanya akan dinikmati oleh golongan-golongan tertentu. Tulisan Chambers dalam bab satu ini cukup relevan juga jika digunakan di Indonesia. Terlebih pada masa Orba. Dimana pembangunan digalakan pada pendirian bangunan fasilitas umum, pembuatan jembatan dan sebagainya. Sehingga pada saat terjadi kunjungan dari pemerintah daerah atau pusat maka pembangunannya akan dipercepat guna ‘memuaskan’ para pejabat yang datang tersebut.
Jika dalam tulisan Chambers ini terlebih dahulu para akademisi yang disorot atau dikritik olehnya. Kritik tersebut mengenai masih banyaknya akademisi atau peneliti yang kurang menaruh perhatian kembali setelah mereka mendapat posisi yang dianggap nyaman. Daerah pedesaan yang jauh dari pusat kota seringkali menjadi daerah yang digunakan untuk menginisiasi para akademisi atau peneliti yang baru. Mereka di haruskan untuk tinggal dan melakukan kegiatan di sebuah daerah yang terpencil dengan segala keterbatasan yang ada. Setelah memperoleh hasil lapangan yang dianggap cukup, mereka akan kembali ke kota lalu menuliskannya di sebuah jurnal atau semacamnya. Dari kegiatan lapangan yang dilakukan tidak menutup kemungkinan si akademisi atau peneliti akan mendapatkan promosi jabatan. Lalu dia akan menempati sebuah posisi tertentu dan bekerja di kantoran. Lapangan atau desa yang pernah dia jadikan penelitian sudah tidak mendapat perhatiannya kembali. Padahal desa tersebut harusnya terus mendapat perhatian.
Hal tersebut juga tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada pegawai pemerintah yang baru. Mereka akan ditempatkan di sebuah desa atau daerah yang jauh dari pusat kota. Apabila dia dapat berprestasi dengan baik atau mempunyai kinerja yang bagus maka proses naik jabatan akan terjadi lebih cepat. Lokasi kerjanya juga berpindah, tidak lagi di daerah pedesaan tetapi di kota atau pusat kota. Setelah si pegawai mendapat posisi yang baru mereka cenderung tidak peduli dengan daerah lamanya. Mereka lebih nyaman dengan segala fasilitas yang dimilikinya di kota. Hal yang sama juga terjadi pada wartawan. Sebagai salah satu alternatif penyampai berita wartawan memiliki tiga tantangan yang harus dihadapi sebelum mencari berita di pedesaan. Tantangan tersebut adalah meyakinkan editor akan kunjungannya yang berguna, wartawan harus pasti mendapatkan berita serta wartawan tidak dapat berleha-leha. Dari sekian tantangan yang ada Chambers menuliskan bahwa adanya anggapan bahwa berita mengenai desa atau kemiskinan yang terjadi di desa itu tidak penting, karena di sekitar kota atau dipinggiran kota juga banyak kemiskinan dan berbagai persoalan yang lain. Selain itu koran atau berita yang hanya akan dinikmati oleh orang-orang kota terasa tidak relevan jika itu menyajikan berita mengenai desa.
Salah satu contoh yang saya rasa sangat relevan dengan yang terjadi di Indonesia adalah adanya pembangunan jalan atau sebuah fasilitas publik. Fasilitas publik tersebut dapat dicontohkan seperti pasar. Dimana nantinya akan memberikan dampak pada perkembangan dan pembangunan di daerah sekitarnya. Namun, dampat tersebut hanya akan dinikmati oleh orang-orang yang memiliki moda. Mereka yang tidak memiliki modal akan tetap tersisih atau mungkin tertinggal. Sebuah lokasi pembangunan jalan, akan memberikan dampak dengan naiknya harga tanah di sekitarnya. Tanah-tanah tersebut nantinya akan dibeli oleh para pemilik modal. Dengan modal yang dimilikinya mereka dapat membangun apa saja yang memiliki nilai jual atau mampu menguntungkan. Sehingga tetap orang miskin yang terpinggirkan.
Chambers mengatakan bahwa orang miskin tertutup atau berada di belakang orang kaya. Agaknya angga tersebut benar adanya, mereka orang-orang kaya tinggal, beraktivitas serta membangun berbagai kebutuhannya di tepi jalan raya. Sedangkan mereka yang orang miskin akan tinggal di belakang atau daerah yang jauh dari jalan raya. Apabila dilakukan inspeksi dari pemerintah daerah maka orang-orang miskin tampanya tidak ada, akan tetapi sebenarnya ada. Atau yang lebih parah adanya settingan –pengaturan- pada saat terjadi kunjungan pemerintah. Orang-orang telah dipilih dan ditunjuk guna menjawab serta menyampaikan informasi pada saat ada kunjungan pemerintah daerah.
Itulah satu dari sekian banyak hal yang menyebabkan kenapa desa masih tetap saja miskin. Seolah desa menjadi sebuah tempat yang ‘eksotis’ dimana dia dapat memberikan sebuah prestasi atau capaian tertentu, namun itu akan ditinggalkan dan dilupakan. Desa menjadi sesuatu yang menjanjikan tapi nasibnya sangat menyedihkan. Seperti halnya di Indonesia, ketika akan ada kunjungan pejabat dari tingkat daerah atau pusat maka akan dilakukan pembenahan di sana sini. Dilengkapi berbagai fasilitas yang belum ada, tujuannya agar pejabat tersebut terkesan dengan pembangunan yang telah dilakukan. Namun pada nyatanya berbagai pembenahan dan pelengkapan tersebut hanya dapat digunakan beberapa waktu saja. Lalu setelahnya akan rusak hingga tidak dapat digunakan. Mungkin kita akan mudah menyebutnya dengan istilah sekali pakai. Jika dihitung-hitung tentunya itu tidaklah murah serta mengeluarkan banyak dana. Tapi menunjukkan pada tamu kunjungan sebuah keberhasilan yang semu seolah menjadi sesuatu yang penting.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Formalis dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi

Analisis Tema, Alur, dan Karakter Dalam Novel Perahu Kertas