Kemiskinan Desa yang Terlupakan
Bab 1 Kemiskinan Desa yang
Terlupakan
Oleh : Immas Putri A
Desa merupakan
salah satu kawasan yang seringkali dianggap eksotis. Dimana pembangunan akan
digelontorkan pada daerah-daerah yang masih mengalami ketertinggalan. Tujuan
pembangunan yang awalnya untuk kesejahteraan warga tidak jarang hanya akan dinikmati
oleh golongan-golongan tertentu. Tulisan Chambers dalam bab satu ini cukup
relevan juga jika digunakan di Indonesia. Terlebih pada masa Orba. Dimana
pembangunan digalakan pada pendirian bangunan fasilitas umum, pembuatan
jembatan dan sebagainya. Sehingga pada saat terjadi kunjungan dari pemerintah
daerah atau pusat maka pembangunannya akan dipercepat guna ‘memuaskan’ para
pejabat yang datang tersebut.
Jika dalam tulisan
Chambers ini terlebih dahulu para akademisi yang disorot atau dikritik olehnya.
Kritik tersebut mengenai masih banyaknya akademisi atau peneliti yang kurang
menaruh perhatian kembali setelah mereka mendapat posisi yang dianggap nyaman. Daerah
pedesaan yang jauh dari pusat kota seringkali menjadi daerah yang digunakan
untuk menginisiasi para akademisi atau peneliti yang baru. Mereka di haruskan
untuk tinggal dan melakukan kegiatan di sebuah daerah yang terpencil dengan
segala keterbatasan yang ada. Setelah memperoleh hasil lapangan yang dianggap
cukup, mereka akan kembali ke kota lalu menuliskannya di sebuah jurnal atau
semacamnya. Dari kegiatan lapangan yang dilakukan tidak menutup kemungkinan si
akademisi atau peneliti akan mendapatkan promosi jabatan. Lalu dia akan
menempati sebuah posisi tertentu dan bekerja di kantoran. Lapangan atau desa
yang pernah dia jadikan penelitian sudah tidak mendapat perhatiannya kembali.
Padahal desa tersebut harusnya terus mendapat perhatian.
Hal tersebut juga
tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada pegawai pemerintah yang baru.
Mereka akan ditempatkan di sebuah desa atau daerah yang jauh dari pusat kota.
Apabila dia dapat berprestasi dengan baik atau mempunyai kinerja yang bagus
maka proses naik jabatan akan terjadi lebih cepat. Lokasi kerjanya juga
berpindah, tidak lagi di daerah pedesaan tetapi di kota atau pusat kota.
Setelah si pegawai mendapat posisi yang baru mereka cenderung tidak peduli
dengan daerah lamanya. Mereka lebih nyaman dengan segala fasilitas yang
dimilikinya di kota. Hal yang sama juga terjadi pada wartawan. Sebagai salah
satu alternatif penyampai berita wartawan memiliki tiga tantangan yang harus
dihadapi sebelum mencari berita di pedesaan. Tantangan tersebut adalah
meyakinkan editor akan kunjungannya yang berguna, wartawan harus pasti
mendapatkan berita serta wartawan tidak dapat berleha-leha. Dari sekian
tantangan yang ada Chambers menuliskan bahwa adanya anggapan bahwa berita
mengenai desa atau kemiskinan yang terjadi di desa itu tidak penting, karena di
sekitar kota atau dipinggiran kota juga banyak kemiskinan dan berbagai
persoalan yang lain. Selain itu koran atau berita yang hanya akan dinikmati oleh
orang-orang kota terasa tidak relevan jika itu menyajikan berita mengenai desa.
Salah satu contoh
yang saya rasa sangat relevan dengan yang terjadi di Indonesia adalah adanya
pembangunan jalan atau sebuah fasilitas publik. Fasilitas publik tersebut dapat
dicontohkan seperti pasar. Dimana nantinya akan memberikan dampak pada perkembangan
dan pembangunan di daerah sekitarnya. Namun, dampat tersebut hanya akan
dinikmati oleh orang-orang yang memiliki moda. Mereka yang tidak memiliki modal
akan tetap tersisih atau mungkin tertinggal. Sebuah lokasi pembangunan jalan,
akan memberikan dampak dengan naiknya harga tanah di sekitarnya. Tanah-tanah
tersebut nantinya akan dibeli oleh para pemilik modal. Dengan modal yang
dimilikinya mereka dapat membangun apa saja yang memiliki nilai jual atau mampu
menguntungkan. Sehingga tetap orang miskin yang terpinggirkan.
Chambers mengatakan
bahwa orang miskin tertutup atau berada di belakang orang kaya. Agaknya angga
tersebut benar adanya, mereka orang-orang kaya tinggal, beraktivitas serta
membangun berbagai kebutuhannya di tepi jalan raya. Sedangkan mereka yang orang
miskin akan tinggal di belakang atau daerah yang jauh dari jalan raya. Apabila
dilakukan inspeksi dari pemerintah daerah maka orang-orang miskin tampanya tidak
ada, akan tetapi sebenarnya ada. Atau yang lebih parah adanya settingan –pengaturan- pada saat terjadi
kunjungan pemerintah. Orang-orang telah dipilih dan ditunjuk guna menjawab
serta menyampaikan informasi pada saat ada kunjungan pemerintah daerah.
Itulah satu dari
sekian banyak hal yang menyebabkan kenapa desa masih tetap saja miskin. Seolah
desa menjadi sebuah tempat yang ‘eksotis’ dimana dia dapat memberikan sebuah
prestasi atau capaian tertentu, namun itu akan ditinggalkan dan dilupakan. Desa
menjadi sesuatu yang menjanjikan tapi nasibnya sangat menyedihkan. Seperti
halnya di Indonesia, ketika akan ada kunjungan pejabat dari tingkat daerah atau
pusat maka akan dilakukan pembenahan di sana sini. Dilengkapi berbagai
fasilitas yang belum ada, tujuannya agar pejabat tersebut terkesan dengan
pembangunan yang telah dilakukan. Namun pada nyatanya berbagai pembenahan dan
pelengkapan tersebut hanya dapat digunakan beberapa waktu saja. Lalu setelahnya
akan rusak hingga tidak dapat digunakan. Mungkin kita akan mudah menyebutnya
dengan istilah sekali pakai. Jika dihitung-hitung tentunya itu tidaklah murah
serta mengeluarkan banyak dana. Tapi menunjukkan pada tamu kunjungan sebuah
keberhasilan yang semu seolah menjadi sesuatu yang penting.
Komentar