Media Baru dalam Propaganda (Studi Kasus pada Akun Instagram muslim_cyber.id dan moslemcyberarmy)
Media Baru dalam Propaganda
Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Antropologi Agama
Kelas Antropologi Budaya
Oleh
Immas Putri Agustin
14/363546/SA/17317
Jurusan Antropologi Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2017
Latar belakang
Bukan menjadi hal baru ketika agama digunakan sebagai salah satu isu yang diangkat
dalamsetiap gelaran pemilihan kepala daerah. Isu-isu agama menjadi sesuatu yang
seksi ketika masa-masa kampanye sedang berlangsung. Mulai dari isu agama yang
kecil hingga yang besar, seperti yang terjadi belakangan ini. Isu tersebut
dapat menimpa calon kepala daerah atau wakil kepala daerah–baik si calon atau
pun keluarga terdekatnya–dari tinggkat bupati hingga presiden. Perpindahan dari
agama minoritas ke agama mayoritas adalah sebuah isu yang sering muncul saat
pemilihan kepala daerah ketika sedang berlangsung.Agama Islam sebagai agama
mayoritas menjadi agama yang sering kali dijadikan perpindahan. Isu tersebut
sering kali menyatakan bahwa mereka perpindah agama dari non-Islam ke agama
Islam. Terdapat beberapa argumen dari isu tersebut yang menyatakan Islam sebagai
agama yang dipilih karena merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk.
Atau pun sebagai rasa aman untuk si calon agar diterima oleh masyarakat.
Isu seperti di atas ada yang berhasil mempengaruhi
khalayak luas namun ada juga yang tidak. Isu itu menjadi timbul tenggelam
seiring dengan keadaan politik yang ada. Saat seorang kepala daerah terpilih
dan dapat menutup segala isu mengenai dirinya selama masa kampaye dengan
pembuktian kepemimpinan maka isu tersebut dapat hilang dari masyarakat. Namun,
apabila terdapat masyarakat yang merasa kecewa dengan kepemimpinanya maka tidak
menutup kemungkinan isu tersebut dibangkitkan kembali dan disampaikan kepada
orang-orang untuk mempengaruhi. Apabila hal itu berhasil maka keadaan politik
dapat terganggu.
Islam sebagai agama dengan jumlah penganut terbanyak di
Indonesia menjadi pertimbangan tersendiri bagi calon kepala daerah. Pendekatan
dari sisi agama atau kelompok keagamaan sering kali masih dianggap efektif
untuk menarik calon pemilih. Akan tetapi sebuah permasalahan akan muncul saat
calon pemimpin tersebut berasal dari non-Islam. Dimana dalam Islam terdapat keyakinan
untuk memilih atau dipimpin oleh seorang muslim juga. Hal itu lah yang menjadi
satu permasalahan tersendiri bagi orang-orang non-Islam yang akan mengajukan
diri menjadi calon pemimpin daerah. Tentunya hal ini tidak dapat di kontekskan
pada wilayah Indonesia secara keseluruhan. Permaslahan seperti itu dapat kita
lihat di wilayah-wilayah Jawa, Sumatra, dan beberapa daerah lain. Seorang calon
mempimpin yang berasal dari non-Islam masih menjadi sebuah keraguan atau
mungkin ditolak oleh orang-orang Islam yang ada di daerah tersebut.
Salah satunya seperti yang dapat kita lihat pada kasus
Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering dipanggil Ahok. Permasalahan tersebut
tidak bisa dijadikan sebagai patokan keadaan Indonesia secara umum. Itu
hanyalah satu dari sekian banyak keadaan yang ada. Dari beberapa artikel online
yang peneliti baca, bahwa sebenarnya kekuatan partai Islam di Indonesia tidak
begitu besar. Namun, dari kasus yang terjadi di Jakarta tersebut membuat
seolah-olah semua orang Islam yang ada di Indonesia tidak setuju dengan pemimpin
dari agama lain. Kekuatan menghimpun masa dan menyatukan opini masyarakat yang
ada tidak dapat dilepaskan dari peran media, baik media konvensional–TV dan
surat kabar–ataupun media sosial. Media-media itu memberitakan tentang isu
agama yang dimana selanjutnya diperparah dengan sebuah kesalahan–meskipun bagi
sebagian orang itu dianggap tidak bersalah/sengaja– yang dilakukan oleh Ahok. Dalam
hal ini media sosial memiliki peran yang dapat dikatakan cukup besar. Disinilah
akun-akun perorangan atau akun organisasi memberikan informasi mengenai kasus
yang terjadi pada Ahok secara masif, dengan menggnakan padangan Islam. Akun
tersebutada yang memiliki tujuan terlihat jelas menurut masyarakat umum ataupun
yang sebaliknya.
Kemunculan akun-akun yang bersifat agama dan provokatif
berkembang dengan pesat seiring perkembangan kasus yang terjadi pada Ahok. Media
yang sering digunakan untuk melakukan propaganda tersebut adalah Instagram.
Melalui media itu pemilik akun dapat membagikan gambar yang disertai dengan
keterangan atau deskripsi. Pada bagian deskripsi inilah peran penting dan
kekuatan sebuah bahasa tulis dilakukan. Berbagai berita, opini, ajaran dan
pemahaman-pemahaman dari dalil-dalil yang ada di tuliskan. Mereka berusaha
untuk menyampaikan pemahaman-pemahaman itu seluas mungkin. Dengan semakin luas jangkauan
pembaca atau orang yang melihat hal tersebut setidaknya pesan yang ingin mereka
sampaikan dapat terjadi. Baik pesan tersebut diterima sesuai dengan apa yang
mereka harapkan atau sebaliknya.
Terjadi ketidak singkrongan antara diskripsi yang
diberikan pada bagian kolom deskripsi akun serta isi dari apa yang mereka berikan
pada foto yang diunggah dari akun tersebut. Hal itu tentunya membuat kegeraman
tersendiri bagi masyarakat umum. Mereka yang dengan mudah mempercayai sebuah
informasi tanpa melakukan pemeriksaan ulang pada media lain akan rawan menjadi
korban informasi. Mereka yang meyakini akan kebenaran informasi tersebut akan
membuat argumen yang sangat kuat pada kolom komentar untuk membela informasi
itu. Sedangkan mereka yang tidak sependapat juga akan membuat argumen yang kuat
guna mematahkan informasi tersebut. Dari dua kelompok golongan argumen itulah
nantinya akan memunculkan argumen-argumen yang dapat menyinggung satu dengan
yang lain. Berawal dari situ pula adu argumen juga dapat terjadi hingga di
kehidupan yang sebenarnya.
Informasi-informasi tersebut dapat dengan mudah diakses
oleh semua kalangan. Baik dari mahasiswa, orang umum, anak-anak sekolah serta
yang lain. Hal itu juga di dukung dengan semakin mudahnya orang mendapatkan perangkat
elektronik. Perangkat elektronik ini digunakan sebagai salah satu cara untuk
dapat mengakses informasi yang ada di luar lingkungan pengguna. Akses yang
bebas untuk mencari informasi di luar lingkungan mereka juga diperlukan adanya
kontrol. Baik kontrol dari dalam diri pengguna ataupun kontrol dari lingkungan
sekitarnya. Hal inilah yang seolah membedakan pemberitaan yang terjadi pada
saat ini terkesan lebih cepat dan luas dari pada dahulu.
Berangkat dari latar belakang yang ada tersebut, penelitian
ini dilakukan dengan menitik fokuskan kepada orang-orang yang menjadi admin dari akun-akun Instagram berbau
agama yang bersifat provokatif.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada di atas, masalah yang
akan diangkat dalam penelitian ini adalah mengapa mereka bersedia untuk menjadi
pengelola dari akun-akun berbau agama yang bersifat provokatif? Apakah
akun-akun tersebut dijalankan oleh sebuah organisasi atau sekumpulan orang?
Serta apa motivasi mereka untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut?
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang
dari akun-akun berbau agama yang bersifat provokatif itu dapat muncul di media
sosial. Deskripsi latar belakang pengelolaakun tersebut serta motivasi yang mendasari
mereka untuk menyapaikan informasi terkait dengan isu-isu agama.
Tinjauan
Pustaka
Penelitian tentang penggunaan media sosial merupakan
sebuah penelitian yang baru. Dimana istilah media sosial baru mulai dikenal
sekitar akhir tahun 2000-an khususnya di Indonesia. Media sosial dalam
perkembangannya tidak hanya digunakan untuk kepentingan pribadi tetapi juga
kepentingan oragnisasi atau kelompok. Muatan-muatan yang ada pada media sosial
sangat beragam, dimulai dari muatan yang bersifat pribadi, bisnis, olahraga,
hiburan serta tidak ketinggalan agama dan masih banyak yang lain. Akan tetapi
penelitian mengenai media sosial yang berisi muatan agama masih sangat sedikit.
Baik itu muatan agama yang bersifat dakwah, sosial ataupun yang bersifat
provokatif. Muatan yang bersifat provokatif ini seringkali merupakan akun media
sosial yang di miliki oleh kelompok-kelompok radikal. Salah satu penelitian
mengenai gerakan radikal pernah dilakukan di Jakarta, khususnya gerakan FPI.
Penelitian tersebut berjudul Gerakan
Keagamaan Radikal : Studi Antropologi Atas Gerkana Front Pembela Islam di
Jakarta yang diteliti oleh Andri Rosandi.
Salah satu point utama yang dapat saya ambil dari
penelitian tersebut adalah adanya kekosongan peran aparat negara dalam
menegakkan hukum, keadaan ini digunakan oleh FPI untuk menegakkan hukum secara
Islam. Penegakkan hukum secara tidak formal inilah yang pada akhirnya
menyebabkan konflik secara vertikal maupun horizontal. Selain itu latar
belakang orang-orang yang ada dalam kelompok FPI menurut Rosandi berasal dari
sosialekonomi kelas menengah kebawah. Dimana orang-orang tersebut cenderung
mudah memberikan respon yang berlebih terhadap suatu permasalahan. Menurut
Rosandi juga, gerakan radikalisme merupakan sebuah gerakan yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor eksternal, bukan suatu kondisi yang melekat dalam diri
seseorang.Hal itu pula yang sepertinya dilakukan belakangan ini. Akan tetapi
tindakan tersebut dilakukan melalui media sosial.
Jika dilihat kembali isu tentang agama dan politik
bukanlah hal yang baru untuk Indonesia. Seperti yang dituliskan oleh Nafis
(2001),
Konflik–antarpemeluk agama–yang terjadi secara keras dan
berkelanjutan biasanya disebabkan oleh adanya vested interest yang masuk ke dalam–dan mengatasnamakan–ajaran
agama. Jika unsur kepentingan terselubung ini telah masuk ke dalam politik yang
berwajah agama, tidak bisa diharapkan konflik tersebut akan berakhir. Agama
dalam hal ini hanya menjadi “alat” atas kepentingan seseorang atau sekelompok
orang untuk meraih apa yang diinginkan dan dicapai.
Mungkin kutipan tersebut kiranya sesuai jika digunakan
untuk mengkaji berbagai permasalahan yang belakangan ini terjadi. Selain dari
tulisan tersebut juga masih ada beberapa tulisan lain yang juga membahas
mengenai agama dan politik. Dalam buku yang berjudul Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keberagaman, terdapat satu bagian
khusus yang berisi sepuluh tulisan singkat yang membahas mengenai agama dan
konflik dalam konteks sosial-politik. Tulisan-tulisan tersebut banyak yang
membahas mengenai keresahan akan dibawanya agama sebagai salah satu hal untuk
melakukan tindakan politik.
Lake (2001) menyatakan bahwa konflik sosial yang berlatar
belakang agama harus diberi perhatian secara khusus karena dua alasan. Pertama,
pembenaran terjadinya gejolak berlatar belakang agama tidak selalu bersumber
dari ruang lingkup keagamaan tetapi dari dimensi sosial non-agama. Kedua,
konflik antar umat beragama senantiasa terfokus pada massa kalangan bawah yang
kadar penghayatannya mungkin saja sangat verbalis. Dari fenomena yang telah
terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu, ternyata hal itu masih relevan untuk
digunakan mengkaji permasalahan yang ada saat ini.
Fenomena yang terjadi saat ini terasa kian besar dan
menyasar masyarakat yang luas. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
teknologi yang ada. Semua lapisan masyarakat seolah dapat menikmati informasi
yang ada dengan murah. Dengan mudahnya mereka dapat mengaskes segala informasi
yang mereka inginkan. Disinilah unsur selektif dari diri seseorang ada, akan tetapi bagaimana mereka
menggunakannya tentu juga berbeda-beda. Perkembangan teknologi yang ada juga
memberikan andil yang cukup besar, semua jenis informasi dengan cepat sampai
pada gegaman tangan pengguna.
Ruang Lingkup
Studi Penelitian
Ruang lingkup studi ini adalah akun keagamaan, media
sosial –Instagram- dan aksi. Berawal
dari berbagai isu yang ada pada akhir-akhir ini telah menarik perhatian banyak
pihak. Tidak hanya masyarakat Jakarta yang merupakan warga masyarakat tempat
terjadinya permasalahan. Namun, masyarakat yang ada di luar Jakarta juga
mengalami kegelisahan. Baik kegelisahan akan aksi tersebut atau respon
masyarakat dalam menanggapi permasalahan yang terjadi. Respon tersebut dapat
diberikan melalui media sosial secara pribadi atau melalui kolom komentar pada
postingan dari akun lain.
Dalam hal ini peneliti ingin membatasi penelitian pada
akun berbau keagaman yang besifat propokatif dari akun Instagram dengan nama muslim_cyber.id dan moslemcyberarmy. Dimana dua akun media sosial memiliki ribuan
jumlah pengikut. Akan menjadi sangat mudah jika mereka memang mengingikan
adanya penyebarluasan berita atau mempengaruhi seseorang secara masif. Terlepas
apakah akun-akun pengikut tersebut memang benar ada atau hanya akun-akun palsu.
Jumlah postingan yang telah dimiliki oleh kedua akun tersebut lebih dari
seribu. Jika dilihat itu merupakan sebuah akun yang sangat aktif dalam
mengunggah sebuah konten. Dimana postingan pertama dilakukan pada akhir tahun
2016 dan awal tahun 2017 –belum ada satu tahun–.
Metode
penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah admin akun Instagram
dengan nama muslim_cyber.id, dan moslemcyberarmy.Pendekatan yang
dilakukan pertama kali adalah menghubungin pengelola ke dua akun tersebut
melalui Instagram guna melakukan pendekatan. Jika dirasa telah cukup diterima
makan peneliti akan meminta untuk melakukan wawancara secara langsung ataupun
tidak –melalui email atau telefon–. Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian
ini terdapat empat kompnen, yaitu, penetapan penelitian, pemilihan informan,
pengumpulan data dan metode analisis data.
Penetapan
penelitian
Dalam penelitian ini subyek yang dijadikan sebagai bahan
penelitian adalah dua akun Instagram dengan nama muslim_cyber.id, dan moslemcyberarmy.
Sejauh ini peneliti tidak mengetahu secara pasti dimana lokasi dari dua akun
tersebut berada. Akan tetapi peneliti akan melakukan penelusuran melalui
tanya-jawab dikedua akun Instagram tersebut. Asumsi peneliti dua akun tersebut
dioperasionalkan dari sekitar Jakarta.
Dua akun Instagram tersebut dipilih dengan pertimbangan
banyaknya jumlah pengikut yang dimiliki. Selain itu dua akun Instagram tersebut
dapat dikategorikan sebagai akun Instagram yang sangat aktif. Dimana jumlah
postingan yang telah mereka miliki berjumlah lebih dari seribu. Sedangkan
postingan pertama dari kedua akun tersebut belum ada satu tahun.
Penetapan
Informan
Informan yang akan menjadi subyek dari penelitian ini
adalah pengelola dari akun Instagram muslim_cyber.iddan
moslemcyberarmy.Dua pengelola dari
akun tersebut dianggap sesuai karena dua orang tersebutlah yang mengendalikan
dan mengoperasinalkan akun itu. Dari dua pengelola tersebut diharapkan nantinya
akan diperoleh informasi menganai apa yang akan diteliti.
Pengumpulan
Informasi
a.
Stusi Pustaka
Studi
pustaka merupakan studi yang dilakukan berdasarkan buku atau teks yang relevan
dengan penelitian ini. Hal itu berguna untuk dijadikan data sekunder dalam
pengumpulan data untuk memperkuat analisis data yang dilakukan oleh peneliti.
Data sekunder tersebut dikumpulkan baik dari koran, majalah, artikel berita
daring, penelitian terdahulu, dan makalah. Selain itu data pendukung berupa
foto, video, dan data-data keterlibatan peneliti. Sehingga dapat diperoleh
perbandingan atau penguatan terhadap kajian yang dilakukan.
b.
Studi lapangan
Studi
lapangan dilakukan untuk dapat menangkap fenomena atau objek penelitian yang
sedang diamati. Studi lapangan ini dimaksudkan untuk mengetahui dengan jelas
apa yang sedang dilakukan oleh informan dalam penelitian ini. Pada studi
lapangan ini, peneliti akan melakukan beberapa kegiatan guna mendapatkan data
yang intersif dan efisien yaitu,
1.
Observasi. Observasi
dilakukan untuk memperoleh data yang lebih lengkap karena tidak semua data yang
disampaikan oleh informan telah memadai. Observasi dilakukan terhadap informan
saat bertemu dan juga pada akun Instagram yang ada. Dimana observasi pada akun
Instagram dianggap penting karena di sanalah semua konten yang dianggap
provokatif berada.
2.
Wawancara.
Wawancara merupakan unsur yang juga penting dalam sebuah penelitian. Wawancara
menjadi pelengkap saat data-data yang kita inginkan tidak dapat dicari tahu di
tempat lain. Wawancara juga berfungsi sebagai konfirmasi dari data awal yang
telah kita peroleh sebelumnya.
3.
Metode analisis data. Setelahdata yang diambil di lapangan baik dari observasi atau wawancara,
maka langkah selanjutnya melakukan analisa data guna menghasilkan sebuah
penyajian yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, data dari
lapangan dikumpulkan dengan data sekunder yang kemudian dipilih oleh peneliti untuk
dilakukan pengolahan data. Data yang tidak memiliki keterkaitan akan dibuang.
Sedangkan data yang relevan dan mendukung akan digunakan untuk proses penulisan
selanjutnya. Data dari lapangan yang telah diperoleh akan diubah tanpa
menghilangkan substansinyya. Data-data tersebut kemudian akan disajikan dan ditata
sesuai dengan tata urutannya.
4.
Penyimpulan dan verivikasi.Dari langkah-langkah diatas tersebut maka akan dihasilkan
kesimpulan sementara. Kemudian kesimpulan sementara tersebut akan diuji dengan
simpulan-simpulan dari data observasi. Kemudian nantinya kesimpulan sementara
akan ditarik kesimpulan secara induktif sebagai hasil akhir penelitian.
Referensi
Achmad, Nur (ed).
2001. Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keberagaman. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas
Rosandi, Andri. 2006.
“Gerakan Keagamaan Radikal: Studi Antropologi atas Gerakan Front Pembela Islam
di Jakarta”. Tesis S2 Antropologi
UGM, Yogyakarta.
Artikel Berita
Daring
Affan, Heyder.
2017. Ketika Anda Mencoblos, Apakah Faktor Agama Terlintas di Benak?. [Online] http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38968145.
Diakses pada 26 Mei 2017 pukul 10.23.
Lestari, Sri. 2017.
Mengapa Partai Islam Dukung Calon non-Muslim di Pilkada 2017 di Papua Barat?.
[Online]http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39024345. Diakses pada 26 Mei
2017 pukul 10.46.
Komentar