Pola Konsumsi Makanan Remaja


Pola Konsumsi Makanan Remaja
 Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Antropologi Kesehatan
Kelas Antropologi Budaya

Oleh
Immas Putri Agustin
14/363546/SA/17317





Jurusan Antropologi Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2016


Pendahuluan
Menjadi seorang mahasiswa S1 tingkat tiga akhir dengan berbagai kesibukan di kampus membuat Lia Irawati banyak menghabiskan waktu di luar rumah, begitupun saat jam makan tiba. Kegiatan kampus yang biasanya dimulai sekitar pukul 07.30 hingga pukul 18.00 atau lebih, membuatnya harus melewatkan jam makan siang dan makan malam di rumah. Mahasiswa memang sangat dekat dengan berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan himpunan mahasiswa jurusan (HMJ), kegiatan fakultas serta lintas fakultas. Selain itu sebagai seorang mahasiswa di kluster medika yang juga banyak menghabiskan waktunya di laboratorium membuat dia harus mengkonsumsi makanan di luar rumah.
Menurut penuturannya makan di luar atau jajan merupakan pengkonsumsian segala makanan yang berasal dari luar rumah atau tidak dimasak di rumah seperti makan di resto, kedai, jajanan di pinggir-pinggir jalan. Dalam satu minggu setidaknya dia dapat empat kali makan di luar. Makan sore –antara jam makan siang dan sebelum makan malam- dan makan malam merupakan waktu makan yang sering dia lakukan di luar rumah. Karena pada jam-jam –lebih dari pukul 12.00 hingga 18.00- tersebut merupakan waktu yang paling banyak dia habiskan di luar rumah.
Menu makana yang sering dia konsumsi adalah ayam goreng atau bakar, nasi rames, nasi goreng, dan soto. Dalam sekali makan dia mengkonsumsi satu porsi normal. Untuk minuman Lia sering kali mengkonsumsi jus jambu tawa –tanpa gula dan susu- atau air putih es serta terkadang es teh. Untuk harga satu porsi jus jambu adalah lima ribu rupiah sedangkan air putih es seharga seribu lima ratus rupiah, untuk es tehnya sendiri seharga dua ribu rupiah. Dalam sekali makan Lia dapat menghabiskan uang sebesar sepuluh ribu rupiah. Dimana uang saku yang dia miliki dalam satu bulan berjumlah Rp. 600.000,-.
Salah satu hal yang membuatnya makan di luar rumah adalah karena ibunya yang jarang masak di rumah. Sehingga jika tidak memasak dia harus membeli makan di luar. Alasan lain yang membuatnya harus makan di luar adalah kegiatan perkuliahan yang sampai sore seperti praktek lapangan dan kegiatan laboratorium oleh karena itu membuatnya harus makan di luar. Karena tidak memungkinkan untuk pulang terlebih dahulu ke rumah hanya untuk makan. Dimana tempat tinggalnya berada di Piyungan, Bantul, Yogyakarta.
Pertimbangan yang Lia lakukan sebelum memilih tempat makan adalah berdasarkan rasa serta diusahakan untuk tetap menjaga kualitas dari makanan itu sendiri, yaitu makanan sehat. Apabila di rumah Lia sedang tidak ada makanan maka salah satu tempat makan yang biasanya dikunjungi Lia dan keluarga adalah tempat makan seperti bakmi. Baginya kebersihan makanan di luar sangat berangam ada yang bersih ada juga yang tidak bersih. Menurutnya tinggal bagaimana kita yang harus pintar-pintar memilih tempat. Secara pribadi Lia mengatakan jika kebersihan tempat makan menjadi pertimbangan yang besar karena kalau tempat makannya bersih makanpun menjadi enak dan nyaman.
Menurut Lia sudah ada rumah makan yang menyediakan menu dengan gizi seimbang akan tetapi masih jarang.
Nah ini. Sebenernya banyak tempat makan yang udah ngasih menu yang dari segi gizinya seimbang cuma masih jarang. Kebanyakan jajanan dari segi gizinya masih kurang seimbang. Kayak makanan pinggir jalan gitu yang kebanyakan gorengan. Selain itu kita juga gak tau kan minyak yang dipake itu masih bagus apa ngga, kalo liat minyak-minyak buat gorengan-gorengan gitu biasanya udah gelap-gelap warnanya nah itu juga bikin dari segi gizinya jadi ngga bagus. Tapi tetep ada juga kok makanan yang dari gizinya seimbang kayak kalo kita makan di tempat makan yang nasi rames gitu soalnya kan ada nasi ada sayur ada lauk. Jajanan kayak lotek gitu juga bagus karena sayurnya juga banyak. Sama tempat makan yang nyediain jus-jus gitu juga udah bagus. Nah kembali ke kitanya aja sih dari segi pemilihan jenis makanannya saat jajan (Penuturan Lia Irawati pada 30 Mei 2016).
Asupan gizi yang seimbang setidaknya harus ada sayur atau buah tidak hanya karbohidrat dan protein saja. Selain itu kita juga harus mencermati tempat yang kita kunjungi untuk makan, tidak hanya dari kebersihan tempat tetapi juga bahan-bahan yang digunakan. Memang tempat makan yang memungkinkan kita untuk dapat melihat bahan-bahannya tidak banyak, ini terutama untuk tempat makan yang berada di pinggir jalan. Seperti yang Lia katakan bahwa ada beberapa tempat yang menggunakan minyak goreng yang sudah gelap untuk menggoreng atau mengolah bahan masakan yang akan dijual.
Suatu ketika Lia pernah hampir mengalami gangguan kesehatan akibat makanan di luar. Saat itu dia pernah membeli makanan di salah satu tempat dan makanan tersebut dibawa pulang. Sesampainya di rumah, saat akan dimakan dia mencium sambalnya terlebih dahulu dan baunya sudah tidak enak. Sehingga dia tidak jadi untuk memakan sambalnya dan juga bersyukur karena belum sampai membuat dia sakit. Dari hal itu kita juga harus berhati-hati dan tetap waspada sebelum kita mengkonsumsi makanan yang dibeli di luar. Tidak ada salahnya jika kita memeriksamakanan yang sudah kita beli sebelum menyantapnya.
Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau sampai terjadi masalah kesehatan pada saat kita membeli makanan, Lia memiliki beberapa pendapat
Buat mencegah agar ngga nyampe ada masalah kesehatan karena makanan yang kita beli. Kalo menurutku pertama dari segi kebersihan, pilih tempat yang bersih sama terpercaya gitu. Terus kedua diliat dulu makanannya sebelum dimakan apa ada yang aneh apa ngga. Pernah kakakku juga beli ayam goreng tapi ternyata pas dibuka masih mentah masih darah-darah gitu terus ngga jadi dimakan. Terus kalo mau makan pilih makanan yang dalam satu porsi bisa lengkap komposisinya, ada karbo (nasi,roti dll), lauk sama sayurnya tambahi buah. Kalo menurutku kayak gitu (Penuturan Lia Irawati pada 30 Mei 2016).
Memeriksa lagi pesanan makanan yang kita beli sebelum memakannya sangat penting. Hal itu untuk mencegah kita agar tidak sakit dan meminimalisir berbagai kemungkinan yang ada. Selain itu menurut Lia keuntungan dari makan di luar hanyalah lebih praktis, hemat waktu, dan hemat tenaga. Karena Lia cenderung lebih menyukai makanan di rumah dimana makanan tersebut lebih terjamin dari segi mutu dan juga lebih enak menurutnya.

Pembahasan
Makanan menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi setiap orang. Melalui makanan kita akan memperoleh asupan energi yang berguna untuk sumber tenaga. Tenaga tersebut kita gunakan untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari. Karena begitu pentingnya makanan yang kita konsumsi maka kita harus teliti dan cermat saat membeli makanan di luar rumah. Seperti yang telah dipaparkan di atas, terkadang menjadi seorang mahasiswa yang memiliki berbagai kesibukan mengharuskan untuk mengkonsumsi makanan di luar rumah.
Salah satu penjual makana yang banyak dijumpai di sekitar kampus adalah pedagang kaki lima. Berdasarkan sarana fisik pedagang kaki lima yang terdapat di sekitar kampus dapat digolongkan menjadi
·    Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana terdapat dua jenis, yaitu beratap dan tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis PKL yang menetap dan tidak menetap. Biasanya untuk menjajakan makanan dan minuman,rokok.
·    Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak yang diatur bereret yang dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku panjang. Bentuk sarana ini beratap dari bahan terpal atau plastik yang tidak tembus air. PKL dengan bentuk sarana ini dikategorikan PKL menetap dan biasanya berjualan makanan dan minuman.
·    Kios, pedagang yang menggunakan -bentuk sarana ini dikategorikan pedagang yang menetap, karena secara fisik jenis ini tidak dapat dipindahkan. Biasanya merupakan bangunan semi permanen yang dibuat dari papan (Widjajanti 2009:165).

Salah satu jenis dangan pedagang kaki lima adalah makanan dan minuman. Hal itu seperti yang di ungkapkan Mc Gee dan Yeung (1977) dalam Widjajanti (2009),
Makanan dan minuman, terdiri dari pedagang yang berjualan makanan dan minuman yang telah dimasak dan langsung disajikan ditempat maupun dibawa pulang. Hasil analisis di beberapa kota-kota di Asia Tenggara menunjukkan bahwa penyebaran fisik PKL ini biasanya mengelompok dan homogen dengan kelompok mereka. Lokasi penyebarannya di tempat-tempat strategis seperti di perdagangan, perkantoran, tempat rekreasi/hiburan, sekolah, ruang terbuka/taman, persimpangan jalan utama menuju perumahan/diujung jalan tempat keramaian.
Pada umumnya pedagang kaki lima mulai berjualan dari jam empat sore hingga malam. Pada saat-saat itu orang banyak yang sedang mencari makan karena pada jam itu kebanyakan mahasiswa atau pekerja telah menyelesaikan aktivitasnya. Dalam keadaan yang lelah ataupun terburu-buru untuk melanjutkan kegiatan selanjutnya mereka memilih kesempatan untuk makan di kaki lima. Pilihan menu makanan yang beragam dan efesiensi waktu dalam pengolahannya menjadi salah satu pertimbangan tersendiri, seperti yang diungkapkan oleh informan di atas.
Lokasi pedagang kaki lima juga ada yang berada di lingkungan kampus. Biasanya pedangang tersebut memulai jualan dari pagi hingga sore. Menu-menu yang mereka sajikan juga beragam, mulai dari minuman, jus, serta berbagai air mineral. Selain itu untuk pilihan makanan juga tidak kalah dengan pedagang kaki lima yang ada di luar kampus. Umumnya pedagang yang berada di dalam lingkungan kampus menjadi pilihan mahasiswa ketika mereka akan sarapan ataupun makan siang. Karena letaknya yang dekat dengan kegiatan perkuliahan dan akses yang cepat.
Disamping berbagai kemudahan dan keefisiensiannya dalam menyajikan makanan, pedagang kaki lima memiliki beberapa sisi lain yang harus kita pertimbangkan saat akan membeli makanan di sana. Seperti tempat berjualan, bahan makanan, kebersihan lokasi berjualan serta beberapa hal yang lain. Telah banyak penelitian dari segi kesehatan mengenai kualitas makanan dan kebersihan dari dagangan pedangang kaki lima. Seperti penelitian tentang Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologi (2003) yang menyimpulkan bahwa kandungan E.coli pada air, ketoprak dan gado-gado sebagian besar tidak memennuhi persyaratan kesehatan, demikian juga pada alat makan yaitu piring dan sendok (Susana dan Budi 2003:28). Meskipun para konsumennya sebagian besar berpendidikan SMA namun mereka belum berperilaku hidup bersih dan sehat.
Selain di UI, Depok, penelitian tentang makanan dan minuman yang dijual pedagang kaki lima juga pernah dilakukan di Yogyakarta. Penelitian tersebut berjudul Kandungan Bakteri Patogen dalam air Cucian dan Profil Pembeli Makanan Minuman Pedagang Kaki lima di Kotamadya Yogyakarta Tahun 1999. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kualitas ai cucian dari para pedagang kaki lima di Kotamadya Yogyakarta ternyata secara mikrobiologis amat rendah kualitasnya, yatu kandungan E.coli-nya tinggi sekali, dan ternyata di dalam air cucian itu juga didapatkan mikrobia-mikrobia penyebab infeksi saluran pernafasan dan saluran pencernaan.
Penelitian mengenai pedagang kaki lima di sepanjang jalan juga pernah dilakukan di Depok. Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Makanan Pedagang Kaki Lima di Sepanjang Jalan Margonda Depok, Jawa Barat merupakan judul dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan yang didapat dari penelitian itu adalah makanan yang dijual oleh PKL di Jalan Margonda hampir separuh (41%) sampel makanan terkontaminasi oleh E.coli. Sarana dan prasarana PKL tidak berhubungan dengan kontaminasi oleh E.coli, kecuali tidak adanya tempat sampah malah mencegah terjadinya kontaminasi.
Selain dari sisi tempat berjualan pedagang kaki lima, barang dagangan pedagang kaki lima juga memiliki beberapa dampak. Hal itu berkaitan dengan pola konsumsi yang tidak baik. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2013 menunjukkan kecenderungan proporsi penduduk usia > 10 tahun yang kurang mengkonsumsi sayur dan buah sebanyak 93,5%. Konsumsi makanan atau minuman manis ≥ 1 kali dalam sehari secara nasional adalah 53,1%, sedangkan konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan ≥ 1 kali per hari sebesar 40,7% dan penduduk Indonesia mengonsumsi penyedap ≥ 1 kali dalam sehari sebesar 77,3% (Suhaema dan Herta 2015:341). Dari data tersebut didapatkan bahwa pola konsumsi cenderung rendah serat namun tinggi lemak, kolestrol, gula dan natrium serta kurang gerak serta tidak aktif. Hal itu merupakan faktor penyebab yang berkaitan dengan obesitas dan sindrom metabolik serta degeneratif lainnya.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskular menduduki peringkat pertama penyakit degeneratif penyebab kematian di Indonesia sebesar 49,9%. Temuan tersebut menunjukkan bahwa sindrom metabolik dan faktor risikonya perlu mendapat perhatian serius agar tidak mengarah pada berkembangnya penyakit degeneratif (Suhaema dan Herta 2015:341). Apabila seseorang terlalu banyak mengkonsumsi makanan barat, konsumsi daging dan makanan gorengan maka akan meningkatkan sindrom metabolik. Sindrom metabolik didefinisikan sebagai konstelasi yang saling berhubungan dari pelbagai faktor fisiologis, biokimia, klinis, dan metabolik yang secara langsung meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2 dan semua penyebab kematian (Suhaema dan Herta 2015:340).
Sindrom metabolik ini dapat terjadi karena kurangnya asupan serat makana, seperti yang banyak terdapat di sayur dan buah. Dalam saluran pencernaan, serat larut mengikat asam empedu (produk akhir kolestrol) dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Selain itu, di dalam kandungan buah terdapat zat bioaktif yang dapat menurunkan kadar kolestrol darah. Disamping itu rendahnya konsumsi sayur dan buah berkaitan dengan rendahnya konsumsi kalsium. Keadaan ini memungkinkan seseorang untuk memiliki risiko yang tinggi untuk menderita  hipertensi. Sayur dan buah juga memiliki manfaat lain
Di samping itu, konsumsi sayur dan buah dapat mengurangi risiko sindrom metabolik melalui kombinasi dari antioksidan, serat, potasium, magnesium dan photochemical lainnya. Konsumsi sayur dan buah berhubungan dengan penurunan risiko penyakit jantung koroner (Suhaema dan Herta 2015:345)

Jika sayur dan buah memiliki kemampuan yang bagus untuk tubuh. Hal itu berbeda dengan pengkonsumsian makana asin.
... konsumsi makanan asin merupakan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kejadian sindrom metabolik. Konsumsi makanan asin dalam jumlah banyak atau dengan frekuensi yang sering akan mengakibatkan asupan natrium juga tinggi..... Konsumsi natrium yang tinggi akan dapat menyebabkan natrium memasuki sel endotel pembuluh darah arteri. Keberadaan natrium tersebut atrium dapat menarik ion klorida (Cl) dengan kekuatan listrik sehingga terbentuk senyawa NaCl. Senyawa yang baru terbentuk ini akan menarik air dengan kekuatan osmotik sehingga air akan ikut memasuki sel endotel dan sel akan membengkak sehingga mengakibatkan tekanan darah akan naik dan terjadilah hipertensi (Suhaema dan Herta 2015:346).
Oleh karenanya diperlukan asupan gizi yang seimbang guna menjada kesehatan tubuh. Gizi seimbang tersebut berasal dari pengkonsumsian makan yang seimbang pula, baik yang berserat maupun yang tidak berserat. Konsumsi yang berlebih dapa salah satu jenis makanan juga tidaklah baik. Karena hal itu dapat memicu ketidak seimbangan yang ada dalam tubuh.

Kesimpulan
Makanan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi tubuh. Karen padatnya kegiatan di luar rumah seringkali kita dihadapkan pada sebuah keputusan untuk makan di luar rumah. Sebelum memutuskan untuk membeli makanan terlebih dahulu kita perhatikan tempat jualan dari pedagang. Terutama pada kebersihan lingkungan, bahan baku yang digunakan serta bagaimana proses pengolahannya. Hal itu dimaksudkan guna meminimalisir terjadingan resiko dari makanan yang tercemar. Kesadaran untuk mengkkonsumsi makanan berserat juga sangat penting. Serat dapat diperoleh dengan mengkonsumsi sayur dan buah. Disamping itu keseimbangan gizi dalam menu makanan juga tetap harus diperhatikan.


Daftra Pustaka
Suhaeman dan H. Masthalina. 2015. Pola Konsumsi dengan Terjadinya Sindrom Metabolik di Indonesia. Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 9, No. 4, 340-347. Mei.
Susanna, Dewi dan B. Hartono. 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-gado di Lingkungan Kampus UI Depok, Melalui Pemeriksanaan Bateriologis. Makara, Seri Kesehatan, Vol. 7, No. 1, 21-29. Juni.
Susanna, Dewi, Y. M. Indrawani, Zakianis. 2010. Kontaminasi Bakteri Escherichia coli pada Makanan Pedagang Kaki Lima di Sepanjang Jalan Margonda Depok, Jawa Barat. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 5, No. 3, 110-115. Desember.
Sutomo, Adi Heru, Wiranto, dkk. 1999. Kandungan Bakteri Patogen dalam air Cucian dan Profil Pembelian Makanan Minuman Pedagang Kaki Lima di Kotamadya Yogyakarta tahun 1999. Warta Pengabdian, Vol. 11, No IV, 8-16.
Widjajanti, Retno. 2009. Karakteristik Aktivasi Pedagang Kaki Lima Pada Kawwasan Komersial di Pusat Kota Studi Kasus: Simpang Lima, semarang. Teknik, Vol. 30, No. 3, 162-171.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Formalis dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi

Analisis Tema, Alur, dan Karakter Dalam Novel Perahu Kertas