Industri Kreatif, Alternatif Penyokong Perekonomian


Oleh : Immas Putri A
“Ekonomi kreatif di Indonesia didominasi oleh tiga subsektor yaitu kuliner, fashion dan kriya”

Pendahuluan
Ekonomi kreatif merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang mengalami peningkatan secara pesat selama beberapa tahun terakhir. Dalam pendahuluan buku Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif yang dilakukan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik, menuliskan bahwa ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor ekonomi baru yang diharapkan mampu menjadi kekuatan ekonomi nasional. Hal ini tidak lain karena sektor sumber daya alam akan semakin mengalami degradasi setiap tahunnya. Oleh karenanya pada Januari 2015 berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif, Presiden Joko Widodo membentuk sebuah lembaga non kementrian baru. Tugas utama dari lembaga non kementerian ini adalah membantu presiden dalam merumuskan, menetapkan, mengkoordinasi serta sinkronisasi kebijakan di bidang kreatif. Dengan kata lain Bekraf bertanggung jawab pada perkembangan ekonomi kreatif yang ada di Indonesia.
Industri kreatif merupakan sebuah sektor perekonomian yang telah ada sejak lama. Akan tetapi kemunculannya yang terus mengalami perkembangan dan juga turut memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian, membuat banyak orang khususnya pemerintah memberikan perhatian secara khusus. Seperti yang telah dijelaskan di atas, pemerintah memberikan sebuah tanggung jawab khusus pada sebuah lembaga untuk mendorong serta memberikan perhatian pada sektor industri kreatif. Daerah-daerah pun juga di dorong untuk dapat memunculkan dan melakukan inovasi pada kekhasan yang terdapat disetiap daerahnya untuk dimunculkan sebagai produk unggulan.
Dengan adanya produk unggulan tersebut diharapkan daerah mampu memiliki sebuah pemasukan baru pada pendapatan daerahnya. Sehingga pemerintah gencar mendorong berbagai kalangan untuk melakukan inovasi dan kreasi pada segala sumber daya yang melimpah yang ada. Industri kreatif di kalangan bawah umumnya masih berkisar pada produk olahan pangan ringan. Dimana produk olahan tersebut dapat dinikmati oleh berbagai kalangan masyarakat dan mudah untuk dipasarkan. Namun, tidak sedikit pula produk industri kreatif yang dapat berkembang serta mampu mendobrak pasar nasional bahkan internasional. Produk-produk kerajina dan fashion merupakan produk-produk yang memerlukan  pasar khusus. Salah satunya seperti dengan adanya pameran produk-produk lokal. Pameran tersebut berguna bagi produsen untuk memperkenalkan serta memperluas pasar.

Produk Domestik Bruto (PDB)
Informasi yang diberikan dari buku Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif ini menampilkan informasi terkait dengan data Makro Ekonomi Kreatif tahun 2010-2015 serta hasil Survei Khusus Ekonomi Kreatif 2016. Produk Domestik Bruto Ekonomi pada tahun 2015 memberikan sumbangan pendapatan sebesar 852 triliun rupiah. Pendapatan tersebut mengalami peningkatan sebesar 4,38% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2014, ekonomi kreatif menghasilkan pendapatan sebesar 784,82 triliun rupiah sedangkan pada tahun 2015 pendapatan ekonomi kreatif sebesar 852,24 triliun rupiah. Dengan peningkatan tersebut ekonomi kreatif memberikan sumbangan pendapatan sebesar 7,38% dari seluruh perekonomian nasional. Sebuah hal yang tidak dapat dipandang sebelah mata saja, karena ekonomi kreatif turut memberikan andil pada pemasukan negara. Dengan semakin banyaknya dukungan pemerintah diharapkan pemasukan dari ekonomi kreatif juga terus mengalami peningkatan.

Kontribusi Ekonomi Kreatif Menurut Subsektor
Ekonomi kreatif memiliki enam belas subsektor yang menjadi fokus utamanya. Dari keenam belas sektor tersebut, terdapat tiga subsektor yang paling tinggi yaitu kuliner, fashion dan kriya. Perkembangan tiga subsektor ini erat kaitannya dengan pariwisata. Sebagai contoh kuliner, dimana terdapat kecenderungan wisatawan yang ingin mencicipi masakan suatu daerah saat dia berkunjung ke suatu destinasi. Makanan merupakan sebuah kebutuhan wajib dari setiap manusia, sehingga dapat dipastikan semua manusia memerlukan hal ini untuk kebutuhan hidupnya, terlepas dari jenis makanan seperti apa yang akan dikonsumsi.
Di setiap wilayah di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri akan makanan atau kuliner ini. Baik itu yang masih asli (orgininal dengan bumbum dan teknik memasak daerah itu) ataupun yang telah mengalami perpaduan. Makanan juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk berkenalan atau mengidentifikasi secara cepat pada suatu daerah. Sebagai contoh, saat kita berkunjung ke Jogja makanan apa yang akan dicari pertama kali? tentu gudegnya. Terdapat berbagai macam variasi gudeg yang ada di Jogja, mulai dari yang kaki lima hingga yang ada di restoran, hal ini tentunya terlepas dari cita rasa yang diberikan. Selain kuliner, kriya juga menjadi produk yang sangat erat kaitannya dengan pariwisata. Orang Indonesia juga memiliki kebiasaan membawakan oleh-oleh setelah mereka liburan atau berkunjung ke sebuah daerah. Saat melakukan kunjungan tersebut seringkali dicari barang khas atau kerajinan yang ada. Hal ini tidak jauh berbeda dengan makanan, dengan dibawanya sebuah kerajinan dari suatu wilayah maka saat kita melihatnya akan teringat dari mana kerajinan tersebut berasal. Memang seringkali produk kerajinan ini memiliki nilai jual yang tinggi, sehingga belum tentu semua wisatawan dapat membelinya sebagai oleh-oleh.
Fashion dilihat dari sisi pariwisata penulis kurang dapat menangkap secara pasti kaitannya. Jika fashion dikaitkan dengan sebuah pertunjukan busana maka jelas disitu terdapat unsur wisatawan. Namun, penulis tidak begitu melihat secara signifikan hubungan pariwisata dengan fashion ketika itu dihubungkan dengan fungsi fashion untuk digunakan khalayak luas. Saat fashion dihubunngkan dengan sebuah pertunjuk busana maka di situ ada kelompok tertentu yang dapat menikmatinya, seperti pemerhati busana, perancang busana serta beberapa kelompok masyarakat tertentu. Tidak semua lapisan masyarakat dapat menikmati apa yang ada atau fashion seperti apa yang ingin disampaikan. Akan tetapi ada sebuah dampak yang berbeda saat fashion dibawakan melalui sebuah film. Seperti yang diungkapkan oleh Triawan Munaf dalam sebuah berita daring bahwa dalam sebuah film tidak hanya berbicara mengenai film itu sendiri tetapi juga ada fashion dan berbagai bidang lain. Seperti yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan hijab telah terjadi secara pesat. Salah satu faktor perekmbangan tersebut juga didukung oleh adanya berbagai film yang menggunakan artis berjilbab sebagai tokoknya. Sehingga karena si artis berjilbab, maka penata busananya juga mulai memikirkan berbagai cara untuk melakukan inovasi terhadap jilbab tersebut.
Enam belas subsektor ekonomi kreatif
Subsektor
Kontribusi
Kuliner
41,69%
Fashion
18,15%
Kriya
15,70%
Televisi dan Radio
7,78%
Penerbitan
6,29%
Arsitektur
2,30%
Aplikasi dan Game Developer
1,77%
Periklanan
0,80%
Musik
0,47%
Fotografi
0,45%
Seni Pertunjukan
0,26%
Desain Produk
0,24%
Seni Rupa
0,22%
Desain Interior
0,16%
Film
0,16%
Desain Komunikasi Visual
0,06%

Selain tiga subsektor yang memiliki kontribusi besar tersebut juga terdapat empat subsektor yang patut mendapat perhatian khusus karena pertumbuhannya. Keempat subsektor tersebut ada desain komunikasi visual, musik, animasi video, dan arsitektur. Meskipun desain komunikasi visual memberikan kontribusi terkecil dari keenam belas subsektor, akan tetapi subsektor ini adalah yang palingg tinggi pertumbuhannya selama tahun 2015. Tidak menutup kemungkinan saat ini telah mengalami pertumbuhan kembali. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari semakin banyaknya iklan-iklan produk yang dilakukan melalui media internet. Dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan desain komunikasi visual seperti apa yang akan ditunjukkan kepada publik.

Ekspor Sektor Ekonomi Kreatif
Fashion menjadi subsektor terbesar dalam ekspor ekonomi kreatif, disusul oleh kriya dan kuliner. Setengah dari ekspor ekonomi kreatif didominasi oleh fashion, sedangkan kriya menyumbang 37% serta kuliner sebesar 6%. Ekspor ekonomi kreatif mengalami peningkatan sebesar 6,6% dari tahun 2014-2015. Meskipun pada neraca ekspor nasional dibidang non migas mengalami penurunan sebesar 9,71%. Produk ekspor terbesar berasal dari Jawa Barat sebesar 33,56% disusul oleh Jawa Timur sebesar 20,85%. Produk-produk dari Jawa Barat umumnya merupakan barang-barang terkait dengan fashion. Seperti yang ditebitkan oleh BPS Jawa Barat mengenai perkembangan ekspor impor, empat dari sepuluh golongan utama ekspor non migas merupakan bahan baku atau produk setengah jadi dari fashion. Sedikit berbeda dengan di Jawa Timur dimana hanya tiga barang utama yang terkait dengan fashion pada komoditi ekspor tertinggi. Amerika Serikat menjadi negara terbesar tujuan ekspor dari Indonesia. Mayoritas barang ekspor yang dikirim ke Amerika Serikat adalah produk-produk terkait dengan fashion. Sedangkan diurutan ke dua adalah negara Jepang,

Industri Kreatif dan Pariwisata
Seperti yang telah dijelaskan dia atas, perkembangan industri kreatif sangat erat kaitannya dengan pariwisata. Industri kreatif menjadi pelengkap dari kegiatan pariwisata. Seperti pada subsektor kuliner, makanan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Melalui pariwisata pula kuliner ditampilkan sebagai salah satu destinasi suatu wilayah. Dari beberapa video pariwisata (Wonderful Indonesia) yang mempromosikan beberapa provinsi setidaknya terdapat empat unsur yang ditampilkan. Keempat unsur tersebut adalah alam, kerajinan, kuliner atau makanan dan seni pertunjukkan. Alam menjadi daya tarik utama yang ditawarkan dari setiap wilayah provinsi. Baik itu wisata alam pegunungan, pantai, danau ataupun yang lainnya. Keindahan alam Indonesia masih menjadi daya jual utama dalam kepariwisataan Indonesia.
Selanjutnya kerajinan, barang-barang kreasi manusia ini menjadi daya jual kedua. Kerajinan ini dapat berasal dari bambu yang kemudian menjadi berbagai anyaman, tanah liat yang kemudian menjadi kerajinan gerabah, ataupun berbagai jenis kain yang dimiliki oleh setiap daerahnya. Kerajinan kain yang banyak menjadi daya tarik wisata adalah batik dan tenun. Batik tidak pernah lepas dari ciri khas Jawa khususnya Jogja dan Solo. Sedangkan jika dilihat hampir semua wilayah selain Jawa memiliki kain khas yang juga memiliki daya jual tinggi yaitu tenun. Pada subsektor kerajinan yang dijual pada wisatawan tidak hanya produk jadinya saja tetapi proses untuk pembuatannya juga menjadi daya jual. Wisatawan akan merasa berkesan saat mereka mampu menghasilkan sebuah kerajinan daerah dan membawanya pulang sekaligus.
Selanjutnya adalah kuliner, di atas telah disinggung mengenai makanan khas dari sebuah daerah. Dalam hal ini yang menarik adalah kuliner yang disajikan pada video iklan pariwisata tidak hanya mengenai makanan khas suatu wilayah tertentu. Akan tetapi juga makanan-makanan yang berasal dari daerah lain. Terdapat beberapa video iklan pariwisata yang menawarkan hidangan makanan barat lengkap dengan suasana yang ada. Makanan seolah-olah menjadi sebuah daya tarik yang wajib untuk dinikmati oleh setiap wisatawan pada saat datang ke suatu daerah. Meskipun makanan yang ditawarkan belum tentu makanan yang dimiliki oleh daerah itu.
Terakhir seni pertunjukan, selian Jogja yang memiliki pentas Sendra Tari nya dan bali dengan tarian kecak yang ditampilkan kepada wisatawan sesuai jadwal yang ada, beberapa daerah juga memiliki seni pertunjukkan. Seni pertunjukkan juga masih menjadi daya jual yang menarik kepada wisatawan. Meskipun dalam mempersiapkannya diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit. Seni pertunjukkan jika dilihat dari sumbangan pendapatan yang ada masih cukup kecil dibandingkan dengan fashion dan kriya. Karena pada dasarnya seni pertunjukkan ini hanya dapat dinikmati ditempat tanpa bisa dibawa pulang atau dinikmati ditempat lain. Hal itu tentunya berbeda dengan fashion, kerajinan ataupun kuliner yang penikmatannya dapat dilakukan di wilayah lain.

Kesimpulan
Perkembangan industri kreatif sangat erat kaitannya dengan perkembangan pariwisata. Dimana dalam beberapa tahun terakhir pemerintah sangat gencar melakukan promosi pariwisata. Ketiga subsektor yang memberikan andil besar dalam pendapatan juga merupakan komoditi yang ditawarkan dalam pariwisata. Keragaman di setiap daerah memberikan banus tersendiri bagi Indonesia, dengan begitu Indonesia semakin memiliki kekayaan. Perkembangan industri kreatif dapat menjadi salah satu alternatif bagi pendapatan daerah ataupun negara. Hal itu juga harus diikuti dengan promosi yang diberikan oleh pemerintah pada kancah internasional baik melalui pameran kebudayaan ataupun melalui promosi wisata.



Referensi
Badan Ekonomi Kreatif dan Badan Pusat Statistik. 2017. Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif, Kerjasama Badan Ekonomi dan Badan Pusat Statistik. Jakarta: Badan Ekonomi Kreatif.
BPS Jawa Barat. 2016. Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Januari 2016 (Berita Resmi Statistik). Diunduh dari laman https://jabar.bps.go.id/new/website/brs_ind/brsInd-20160301123310.pdf pada 3 September pukul 14.53.
BPS Jawa Timur. 2016. Statistik Ekspor Jawa Timur Tahun 2016. Diunduh dari laman https://jatim.bps.go.id/4dm!n/pdf_publikasi/Statistik-Ekspor-Jawa-Timur-Tahun-2015-2016.pdf pada 3 September 2017 pukul 15.06.

Daring
Badan Ekonomi Kreatif Indonesia. Tonggak Baru Ekonomi Kreatif Indonesia. Diakses dari laman http://www.bekraf.go.id/profil pada 2 September 2017 pukul 19.48.
Chandra, Ardan Adhi. (2016, 21 Nov). Ini 3 Sektor Ekonomi Kreatif yang Sumbang PDB Terbesar ke RI. [Online] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3350298/ini-3-sektor-ekonomi-kreatif-yang-sumbang-pdb-terbesar-ke-ri. Diakses pada 3 September 2017 pada pukul 11.20.
Medistiara, Yulida. (2016, 15 Nov). Industri Kreatif Makin Berkembang, 3 Sektor Ini Paling Prospektif. [Online] https://finance.detik.com/industri/3345960/industri-kreatif-makin-berkembang-3-sektor-ini-paling-prospektif. Diakses pada 3 September 2017 pada pukul 11.17.
Wiangga, Lingga Sukatma. (2017, 31 Maret). Badan Ekonomi Kreatif Fokus Enam Sektor, Termasuk Kuliner & fesyen. [Online] http://industri.bisnis.com/read/20170331/12/ 641535/badan-ekonomi-kreatif-fokus-enam-sektor-termasuk-kuliner-fesyen-. Diakses pada 3 September 2017 pada pukul 11.20.
Zulaikha, Mimi. (2016, 15 Nov). Membangun Komitmen untuk Sektor Ekonomi Kreatif. [Online] http://www.bekraf.go.id/berita/page/10/membangun-komitmen-untuk-sektor-ekonomi-kreatif. Diakses pada 3 September 2017 pada pukul 10.53.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Formalis dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi

Analisis Tema, Alur, dan Karakter Dalam Novel Perahu Kertas