Bukan Beras Tapi Jagung Makanan Pokokku


Bukan Beras Tapi Jagung Makanan Pokokku
Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Etnografi Wilayah NTT dan Maluku





Oleh
Immas Putri Agustin
14/363546/SA/17317




Jurusan Antropologi Budaya
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2016

Pendahuluan
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia bagian timur. NTT terdiri dari berbagai pulau-pulau, baik pulau besar maupun pulau kecil. Tiga pulau besar yaitu Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor. Penduduk yang berada di provinsi ini sangat beragam suku bangsanya. Suku bangsa yang ada tersebut dapat kita bedakan dengan cara melihat bahasa yang mereka gunakan. Oleh karenanya bahasa menjadi ciri dari sebuah suku bangsa yang ada di sana. 

Penduduk NTT berjumlah 5.356.567[1] pada tahun 2014 yang tersebar pada 22 kabupaten/kota. Salah satu pulau besar yang ada tersebut adalah Flores. Pulau Flores sendiri terbagi menjadi delapan kabupaten yang terdiri dari Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Sikka, Ngada, Nagekeo, Ende, Flores Timur dan Lembata. Salah satu Kabupaten yang terletak di bagian timur Pulau Flores adalah Flores Timur dengan jumlah penduduk sebanyak 276.851[2]. Salah satu suku yang terdapat di Kabupaten Flores Timur adalah suku Lamaholot dengan bahasa Lamaholot. Hal itu dikuatkan dengan penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 1984-1985 yang menyatakan bahwa suku bangsa yang mendiami daerah Kabupaten Flores Timur dikenal dengan suku Lamaholot[3].

Secara geografis Kabupaten Flores Timur mempunyai daerah yang bergunung-gunung dengan lereng yang curam. Tengah Pulau Flores membentang pengunungan aktif yang membentuk barisan. Akibat adanya gunung api tersebut maka jenis tananya adalah abu vulkanis muda. Sedangkan di dataran rendah tanahnya berjenis kapur. Dengan jenis tanah vulkanis muda daerah ini umumnya cukup bagus untuk digunakan sebagai lahan pertanian.

Mata pencaharian utama orang Lamaholot adalah bercocok tanaman dengan sistem ladang. Dimana lokasi yang dipilih adalah untuk berladang adalah daerah pegunungan. Setelah dua sampai tiga tahun penggunaan lahan maka mereka akan berpindah dan mencari lokasi baru untuk digunakan sebagai ladang pengganti. Selain berladang penduduk jug bertegal. Yaitu suatu usaha pertanian yang bersifat tetap. Dimana pertanian ini digarap secara terus menerus selama satu tahun. Tegal ini biasanya berada di dataran rendah. Orang Lamaholot menggunakan ladangnya untuk menananm padi. Sedangkan di tegal ditanami tanaman jenis jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, nangka, kelapa, dan lain.

Orang Lamaholot masih menjalankan warisan tradisi nenek moyangnya. Mereka mengawali kegiatan di ladangnya dengan upacara. Dimulai dari pembukaan hutan untuk ladang, proses pengolahan laha, hingga pemetikan hasil masih diawali dengan upacara. Segala macam upacara untuk pertanian diselenggarakan oleh kepala adat yang berasal dari golongan tuan tanah. Upacara itu selalu diawali dnegan sirih pinang sebagai lambang persatuan dan kesatuan sesama umat manusia. Dilanjutkan dengan bokang marang sebagai permohonan doa yang disambaikan oleh marang atau imam upacara. Selanjutnya adalah belo buno atau pemotongan hewan korban (biasanya adalah seekor kambing atau bai) untuk dipersembahkan kepada Rera wulan Tana Ekan atau perwujudan tertinggi dalam kepercayaan orang Lamaholot serta pada roh-roh nenek moyang yang lain.

Tujuan dari upacara ini adalah untuk memanjatkan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah serta memohon berkah kepada Rera wulan Tana Ekan dan arwah leluhur atas hasil panen itu dan atau untuk meminta hujan disaat kekeringan ketika hujab tidak trun secara teratur. Selain itu masyarakat Lamaholot juga melakukan upacara untuk dewi padi sebagai rasa hormat. Seperti yang dituliskan dalam hasil laporan penelitian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1191)

Dewi padi oleh orang Lamaholot disebut dengan nama Tonu Wujo. Upacara menghormati dewi padi diwujudkan dalam bentuk pengorbanan hewan dan sesajian berupa sirih pinang yang ditempatkan pada padung era yang terdapat di tengah ladang (1991 : 15).

Upacara ini bermakna penghormatan dan perjamuan bersama antara manusia dengan penciptanya guna mempererat persatuan dan kesatuan antar manusia dan penciptanya. Hal itu diwujudkan dengan sebuah kayu setinggi satu meter. Upacara ini diiringan dengan tari-tarian yang dilakukan pada saat mengirik padi.

Selain itu masyarakat Lamaholot juga mmeiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan itu seperti menyadap nira tuak, berternak dan menangkap ikan. Menyadap nira tuak merupakan kelengkapan pekerjaan pokok mereka sebagai petani ladang. Nira tuak sendiri merupakan minuman rekreasi[4] khas Lamaholot. Berternak sebetulnya sudah dilakukan sejak lama namun, tidak secara profesional. Mereka memiliki hewan ternak seperti kambing, babi dan ayam yang dibiarkan berkeliaran di sekitar tempat tinggal untuk mencari makan sendiri. Meskipun pada akhirnya babi dan kambing diletakkan sendiri pada sebuah kandnag. Pemeliharaan hewan ternak bertujuan untuk kebutuhan sendiri yang berkaitan dengan upacara adat. Sedangkan menangkap ikan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri.

Pada masyarakat Lamaholot pekerjaan hanya dibebankan kepada orang dewasa. Anak-anak baru diajari sebuah pekerjaan ketika mereka sudah mulai beranjak reamaja. Remaja-remaja itu dilatih untuk mengerjakan pekerjaan secara bersama-sama dengan orang tua pada suatu pekerjaan. Pada anak laki-laki biasanya mereka diajari untuk mengiris tuak dan mengerjakan kebun. Sedangkan anak perempuan diajari cara menenun kain dan mengerjakan pekerjaan dapur. Hal itu juga merupakan tugas-tugas pokok untuk mereka kedepannya.

Seorang laki-laki akan dianggap dewasa ketika mereka sudah mampu mengerjakan kebun dan mengiris tuak sendiri tanpa dibantu oleh orang lain. Begitupun dengan perempuan, mereka akan dianggap dewasa ketika sudah mampu menenun dan melakukan pekerjaan dapur tanpa bantuan dari orang lain. Dalam masyarakat Lamaholot terdapat ungkapan ola here untuk laki-laki dewasa dan  neket tane untuk perempuan dewasa. Ungkapan ini diartikan bahwa mereka telah matang bekerja atau telah mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari.

Selain itu juga ada ungkapan lain yang berkaitan dengan pekerjaan yaitu ola kia beng tekang, here kia beng tenu, wato lodo beng ika gere artinya kerja dahulu barulah makan, irislah dahulu baru minum, turunkan batu dahulu barulah ikan diperoleh (Raf 1991 : 18). Maksud dari ungkapan itu adalah seseorang haruslah bekerja untuk dapat makan dan sesuatu itu diperoleh harus dengan cucuran keringan. Secara tersirat dapat diketahui bahwa unsur-unsur makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat Lamaholot merupakan hasil dari kerja di ladang, minuman khas tuak dan lauk-pauk ikan.

Menurut masyarakat Lamaholot nasi merupakan makanan yang baik dan terpandang. Sehingga makanan itu hanya dikonsumsi oleh orang-orang yang terpandang dan merupakan makanan pesta bagi rakyat biasa. Bagi orang biasa jagung adalah makanan pokok sehari-hari mereka. Sedangkan ubi-ubian adalah makanan hewan. Sayur-sayuran untuk orang biasa adalah pengganti ikan. Mereka akan mengkonsumsi sayur ketika musim hujan. Dimana saat itu sedang musim angin dan laut bergelombang oleh karenanya mereka tidak bisa mencari ikan dan siput di laut. Selain itu saat mereka sibuk di ladang dan tidak sempat mencari ikan maka mereka juga akan menggantinya dengan sayur.

Tuak dan arak adalah minuman khas untuk masyarakat Lamaholot. Tuak digunakan sebagai minuman harian baisa yang dapat dikonsumsi oleh orang dewasa. Tuak ini selain untukk minuman harian juga digunakan untuk pesta dan menjamu tamu. Sedangkan arak cendenrung digunakan untuk pesta dan menjamu tamu-tamu yang terpandang. Jika sebuah pesta tanpa arak dan tuak maka perta tersebut hanya dianggap pertemuan biasa dan orang yang mempunyai pesta dianggap tidak mampu atau dengan sebutan lain yang merendahkan derajat si empunya pesta.

Jagung sebagai makanan pokok
Seperti yang diketahu di atas, bahwa nasi merupakan makanan yang terpandang bagi masyarakat Lamaholot khususnya. Sebagian besar masyarakat NTT dari golongan kelas menengah kebawah atau orang biasa mereka biasa akan mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok. Seperti yang dituliskan oleh Yusuf, A. Pohan dan Syamsuddin dalam Seminar Nasional Serealia 2013 bahwa Provinsi NTT memiliki tingkat konsumsi yang paling tinggi dalam pengkonsumsian jagung yaitu sebanyak 39,21 kg/kapita/tahun.

Pada tahun 2000 setidaknya terdapat 51% rumah tangga di NTT yang mengkonsumsi jagung (de Rosari 2000 dalam Yusuf dkk 2013). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh de Rosari pada tahun 2000 dan 2001 menunjukkan bahwa setiap rumah tangga mampu mengkonsumsi jagung sebanyak 6 kg dalam seminggu atau 1,44 kg/kapita/minggu. 74% dari pengkonsumsi tersebut merupakan rumah tangga di pedesaan dan 37% pengkonsumsi yang berasal dari rumah tangga di perkotaan.

Menururt Ariani dan Pasandaran (2005 dalam Yusuf dkk 2013) pangan pokok adalah pangan yang dikonsumsi oleh penduduk dalam jumlah yang banyak dan merupakan penyumbang energi terbesar dalam pola konsumsi pangan sumber karbohidrat. Bagi masyarakat Lamaholot khusunya dan NTT umumnya jagung merupakan salah satu sumber pangan sehari-hari mereka. Jagung dapat menjadi barang pengganti beras jika dilihat dari kandungan gizinya.

Sebagai bahan pangan, jagung dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk. Seperti jagung muda direbus atau dibakar, jagung dititi, jagung goreng (jagung bulat yang digoreng) maupun nasi jagung. Orang Lamaholot memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Setiap kali makan menu jagung yang dihidangkan bis aberbeda-beda. 

Makanan dan minuman untuk sarapan
Saat musim kemarau makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh orang dewasa adalah jagung dan air. Jagung ini biasanya diolah menjadi jagung titi, jagung goreng (jagung bulat yang digoreng). Untuk nenek-nenek yang sudah tidak memiliki gigi maka jagung titi dan jagung goreng harus diolah lagi, misal jagung titi direndam dalam air agar lembut atau jagung goreng dititi untuk selanjutnya dijadikan tepung jagung yang biasa disebut dengan suu.

Pada saat musim hujan sarapan dapat berupa jagung muda yang baik kemudian direbus atau dibakar. Namun, saat panen kurang berhasil sarapan dapat berupa ubi-ubian atau buah. Pada musim paceklik orang dewasa jarang sarapan, mereka lebih mengkhususkan sarapan untuk anak-anak. Sarapan untuk anak-anak ini biasa disebut dengan wata keluo oleh orang Lamaholot. Wata keluo sendiri adalah nasi jagung (berbentuk wata nego/masakan beras jagung bercampur tepungnya atau masakan wata wenger/nasi jagung) atau nasi yang yang dipisahkan dari makan malam sebelumnya.

Selain itu sarapan untuk anak-anak dapat berupa menu makan malam keluarga, malam sebelumnya. Pada musim jagung muda, anak-anak addapat menikmati sarapan berupa wata keluo dari jagung muda atau wata lore yang dibakar pagi sebelumnya oleh orang tua sebelum mereka bangun.

Makan dan minum siang
Pada musim kemarau makanan dan minuman untuk makan siang terdiri dari nasi jagung, nasi jewawut, nasi sari sorgum, ikan dan air. Dengan lauk ikan dan siput. Sedangkan pada saat musim hujan atau musim jagung muda, menu yang untuk makan siang adalah jagung muda yang direbus, dikukus ataupun dimasak. Bila musim paceklik datang maka menu makan siang terdiri dari ubi-ubian, biji-bijian dan buah-buahan. Untuk lauknya hanyalah sayur-sayuran. Pengolahan semua jenis lauk dapat dilakukan dnegan merebus, membakar ataupun dipanggang.

Seiring dengan berjalannya waktu menu makan siangpun mengalami perubahan saat ini sudah banyak orang Lamaholot yang menu makan siangnya terdiri dari nasi jagung, sayur, dan ikan. Hal ini dipengarui oleh kaum berpendidikan yang tinggal di desa-desa yang berdekatan dengan kota. Pada saat pesta menu makan siang mereka jug aberubah. Biasanya menu itu berupa nasi, gulai daging (daging dengan kuah santan) dan gulai ikan (ikan dengan kuah santan). Sedangkan menu untuk anak-anak untuk musim kemarau ataupun musim hujan sama saja dengan menu makanan orang dewasa, hanya kuantitasnya yang berbeda.

Makanan dan minuman malam
Orang Lamaholot memiliki pandangan bahwa mereka hanya memerlukan makan sekali yang baik dan itu dilangsungkan pada saing atau malam hari. Dasar dari pemikiran itu adalah bahwa beban kerja wanita terlalu berat dan karena waktu makannya serta kuantitas makanan sekali konsumsi cukup besar maka makan yang baik cukup dilakukan sekali dalam sehari. Menu makanan yang baik menurut mereka adalah makan nasi jagung baik yang berupa wata nego maupun wata wenger dengan lauk pauk ikan atau yang lainnya. Oleh karena itu pengolahan makan siang dan makan malam hanya perlu dilakukan sekali dalam seharri.

Dulu menu makan malam orang Lamaholot adalah jagung titi atau jagung goreng, air dingin dan lauk pauk seperti makan siang. Jika lauk pauknya tidak mencukupi untuk lauk makan malam maka makan malam hanya jagung titi atau jagung goreng denga sambal. Pada musim kemarau waktu yang baik untuk makan adalah pada siang hari sedangkan pada musim hujan waktu yang baik unruk makan pada malam hari. Karena pada musim hujan siang hari mereka harus bekerja di ladang dan tegal untuk membersihan rumput dan lainnya.

Untuk menu di musim kemarau adalah jagung titi, air, sambal dan lauk pauk jika ada. Menu ini diperuntukan bagi semua keluarga baik yang bekerja di ladang ataupun tidak. Di musim hujan menu makan malam sama dengan menu makan siang pada musim kemarau. Perbedaanya hanya ada pada lauk pauknya jika pada musim penghujan lebih banyak sayur-sayuran. Sedangkan pada musim paceklik, orang dewasa hampir tidak makan malam. Mereka biasanya hanya minum tuak sambil makan sayur, ubi atau buah. Untuk anak-anak sendiri telah disimpankan oleh orang tua yaitu sedikit menu makan siang agar ketika matahari terbenan anak-anak dapat langsung menikmati makan lama lalu tidur. Jika anak-anak menunggu untuk makan malam bersama orang tua maka menu makan malamnya berupa nasi jagung, sayur-sayuran, dan air jika musim hujan. Jagung titi atau jagung goreng, air dan ikan untuk musim kemarau.

Beberapa Jenis Olahan Jagung

1.      Wata lase
Olahan dari jagung muda yang sudah sedikit tua yang dibakar dengan terlebih dulu dikupas kulirnya. Ini merupakan makanan sampingan untuk semua orang.

2.      Wata menure
Jagung muda yang telah dikupas kulitnya lalu direbus. Jagung ini biasanya disebut dengan weta menure atau wata bete meniho atau jagung rebus. Sedangkan untuk jagung yang sudah tua, biji jagung diluruh terlebih dahulu dari tongkolnya untuk selanjutnya direbus. Makanan ini dapat dikonsumsi oleh semua orang pada saat sarapan, makan siang ataupun makan malam.

3.      Wata belore
Jagung muda yang dibakar bersama kulitnya dan barulah dikupas setelah matang untuk selanjutnya dimakan. Jagung ini biasa dimakan oleh semua orang sebagai makanan rekreasi[5].

4.      Wata maha
Jagung muda yang sudah sedikit tua dan telah diluruh dari tongkolnya dimasak dalam tembikar diatas tungku yang menyala. Jagung yang digoreng atau direndam di tembikar ini diaduk-aduk agar jangan sampai hangus. Jagung ini dapat dikonsumsi oleh semua orang sebagai makanan rekreasi.

5.      Wata mihu
Jagung muda yang diambil bijinya untuk selanjutnya ditumbuk atau dititi kemudian dimasak menjadi wata mihu. Makanan ini dapat dikonsumsi oleh semua orang sebagai menu makan siang dan makan malam.

6.      Wata kukus
Jagung muda yang diambil bijinya saja lalu ditumbuk atau dititi kemudian dibungkus dengan kulit jagung yang selanjutnya dikukus. Biasanya makanan ini dinikmati secara berkelompok sebagai makanan rekreasi.

7.      Wata ketani
Biji jagung yang sudah kering atau jagung goreng yang dimasak ke dalam bara api. Biji jagung tersebut ditunggu hingga mekar dan berbunga-bunga sebagai tanda bahwa biji jagung telah matang. Biji tersebut diangkat dengan bambu yang telah dibelah sebagai penjepit. Makanan ini dikonsumsi oleh anak-anak pada malam hari sebagai makanan rekreasi.

8.      Wata ketani
Biji jagung kering yang digoreng pada kewik (periuk tanah) diatas tungku api. Setelah matang jagung tersebut ditumbuk atau dititi. Makanan ini biasa dimakan oleh semua orang untuk sarapan, makan malam atau sesekali untuk makanan dalam perjalanan.

9.      Wata seneok
Biji jagung kering yang digoreng pada kewik (periuk tanah) higga mekar. Makanan ini dikonsumsi oleh semua orang kecuali kakek atau nenek yang telah ompong.

10.  Bombon
Biji jagung yang digoreng hingga setengah matang kemudian direbus. Bombon ini biasanya dimakan bersama parutan kelapa. Makanan ini dapat dimakan oleh smeua orang sebagai menu sarapan ataupun makan malam.

11.  Wata tenemeng
Biji jagung kering yang digoreng atau digarang hingga matanglalu direndam atau direbus sehingga menghasilkan wata tenemeng. Menu makanan ini dapat dinikmati oleh semua orang sebagai makan malam, makanan rekreasi ataupun makanan dalam perjalanan.

12.  Wata beemuk
Biji jagung kering yang digoreng atau digangan pada kuali sampai matang sekali. Setelah itu diangkat untuk selanjutnya digiling atau dititi sampai hancur dan  halus hingga menghasilkan wata beemuk. Makanan ini dikonsumsi oleh kakek dan nenek sebagai menu sarapan dan makan malam.

13.  Wata suut
Biji jagung kering yang digiling atau dititi sampai halus dan hancur menjadi tepung. Tepung jagung ini dimasak untuk dijadikan makanan wata suut. Makanan ini dikonsumsi oleh kakek dan nenek sebagai menu makan siang dan makan malam.

14.  Moru-moru
Biji jagung yang digiling atau dititi hingga halus lalu diayak untuk diambil tepungnya. Setelah itu tepung jagung dimasukkan dalam makok untuk dicampur dengan air. Setelah itu diaduk-aduk dan dibentuk gumpalan-gumpalan yang kemudian digoreng atau digangan. Makanan ini biasanya dikonsumsi oleh anak-anak atau remaja sebagai makanan rekreasi. Biasanya makanan ini dinikmati bersama dengan gula atau parutan kelapa.

15.  Wata nali
Biji jagung digiling atau dititi kemudian ditampi untuk diambil berasnya (beras jagung). Beras jagung atau yang biasa disebut wenger ini kemudian dicampur dengan beras biasa untuk kemudian dimasak untuk dijadikan nasi jagung atau yang biasa dikenal dengan wata nali. Makanan ini dikonsumsi oleh semua orang sebagai makan siang, makan malam, atau digunakan untuk makanan pesta dan makanan untuk menjamu tamu.

Kesimpulan
Terdapat suatu strata makanan pada masyarakat Lamaholot. Dimana nasi (beras) merupakan makanan yang terpandang dan hanya dapat dikonsumsi ketika ada pesta. Selain itu hanya orang-orang dari golongan atas yang dapat mengkonsumsi nasi (beras) setiap hari. Sedangkan untuk massyarakat biasa mereka umumnya mengkonsumsi jagung sebagai makanan poko sehari-hari mereka. Terdapat perbaduan antara jagung, sayur, buah dan ikan dalam pengkonsumsian selama satu tahun. Dimana saat musim penghujan mereka akan lebih banyak mengkonsumsi sayuran sebagai lauk. Sedangkan pada musim kemarau mereka menggunakan lauk ikan atau siput yang diperoleh dari pantai.

Orang Lamaholot mampu mengolah jagung menjadi berbagai menu makanan. Hal itu ditadk lain karena makanan utama orang Lamaholot adalah jagung. Ciri khas yang mereka miliki adalah pada jagung titi yang pengolahannya diawali dengan digoreng hingga setengah matang lalu diambil dan dititi. Selain itu jenis makanan orang Lamaholot ddapat dibedakan menjadi dua, yaitu makanan untuk musim paceklik dan makanan untuk musim bukan paceklik. Pada musim paceklik makanan sehari-hari yang biasa mereka konsumsi adalah makanan rekreasi di musim bukan pacekli.

Daftar Pustaka
Kotten, B.D. 1991. Makanan: Wujud, Variasi, dan Fungsinya serta Cara Penyajiannya Daerah Nusa Tenggara Timur. Ray Darnys (ed). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jurnal
Lassa, Jonatan A. Memahami Kebijakan Pangan dan Nutri Indonesia: Studi Kasus Nusa Tenggara Timur 1958-2008.Jurnal of NTT Studies. Vol. 1, No. 1, Mei 2009.

Makalah
Yusur, Apohan dan Syamsuddin. 2013. Jagung Makanan pokok untuk mendukung ketahanan pangan di provinsi Nusa Tenggara Timur. Makalah disampaikan pada Seminar nasional Serealia.

Sumber Lain



[1] Sumber http://nttprov.go.id/ntt/informasi-kependudukan/ (diakses 5 Januari 2016)
[2] Per tahun 2014 sumber http://nttprov.go.id/ntt/informasi-kependudukan/ (diakses 5 Januari 2016)
[3]B.D. Kotten, J. Hayon dan N. Bethan. 1991. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya Serta Cara Penyajiannya Daerah Nusa Tenggara Timur

[4]Minuman selingan
[5]Makanan selingan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendekatan Formalis dan Substantif dalam Antropologi Ekonomi

Analisis Tema, Alur, dan Karakter Dalam Novel Perahu Kertas